Jumat, 30 Mei 2014

MAKALAH ILMU KALAM “KONSEP KEBERAGAMAN MUHAMMADIYAH



MAKALAH ILMU KALAM
“KONSEP KEBERAGAMAN MUHAMMADIYAH”

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul “Konsep Keberagaman Muhammadiyah“ pada mata kuliah Ilmu Kalam.  Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW  atas petunjuk dan risalahnya, yang telah membawa zaman kegelapan ke zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini.
Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik dari pembaca untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


Curup,  25 April 2014


                        Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................        i
DAFTAR ISI..........................................................................................        ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................        3
C.     Tujuan .........................................................................................        3
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Definisi Muhammadiyah ............................................................        4
B.     Pendiri Muhammadiyah..............................................................        7
C.     Sejarah terbentuknya Muhammadiyah........................................        8
D.    Konsep Keberagaman Muhammadiyah......................................        14
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................        24
B.     Kritik dan Saran..........................................................................        24
DAFTAR KEPUSTAKAAN.................................................................        25









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berdirinya Muhammadiyah adalah Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.[1]
Ketidak murnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham Animisme dan Dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran Islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah Islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi piliha mutlak bagi umat Islam Indonesia.
Keterbelakangan umat Islam Indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda Islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat Islam Indonesia.
Maraknya kristenisasi di Indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industri yang melanda Eropa.[2]
1.      Faktor Internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan Islam. Sikap beragama umat islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan umat Islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di Indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan yag sangat penting. Melalui merekalah Islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir diseluruh nusantara ini.[3]
2.      Faktor eksernal, Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial Belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam sistem pendidikan kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu Muhammadiyah ?
2.      Siapa pendiri Muhammadiyah?
3.      Bagaimana sejarah terbentuknya organisasi Muhammadiyah ?
4.      Konsep keberagaman seperti apa dalam organisasi Muhammadiyah ?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui latar belakang dari Muhammadiyah
2.      Mengetahui siapa yang pendiri dari Muhammadiyah
3.      Mengetahui sejarah terbentuknya gerakan atau organisasi Muhammadiyah
4.      Mengetahui konsep keberagaman yang terdapat dalam Muhammadiyah









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ada juga definisi yang lain mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang menghubungkan dirinya dengan Nabi Muhamad.[4] Melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.[5]
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan juga Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.[6]
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: 
  الْمُنْكَرِعَنِ نَوَيَنْهَوْ وفِ بِالْمَعْرُ نَ ووَيَأْمُرُ لْخَيْرِا إِلَىيَدْعُونَ أُمَّةٌمِنْكُمْ وَلْتَكُنْ
الْمُفْلِحُونَهُمُ وَأُولَٰئِكَ ۚ
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)[7]
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.[8]
Kegiatan Muhammadiyah ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).[9] Adapun misi dan visi Muhammadiyah yaitu:
Adapun Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.[10]
Serta Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini. Dalam visi dan kearifan Muhammadiyah ini, tauhid (kalam) merupakan prinsip dasar yang memiliki kedudukan sentral sebagai pernyataan akidah atau asumsi metafisik (keyakinan agama), rekonstruksi dan transformasi sosial kebudayaan.[11] Misi Muhammadiyah adalah:
1.      Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.
2.      Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.       Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4.       Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto.[12]
Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan tentang definisi Muhammadiyah, dapat kita ketahui bahwasanya Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Gerakan Muhammadiyah ini juga memiliki visi misi yang bertujuan menegakkan, memahami agama Islam lebih mendalam dan menyebarluaskan agama Islam ini.
B.     Pendiri Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah secara resmi didirikan pada tahun 1912 oleh Kyai Ahmad Dahlan. Beliau dilahirkan dalam sebuah keluarga yang saleh dan tinggal dalam atmosfer religius yang kental. Beliau mendapatkan pendidikan agama di makkah, disana pula dia bertemu dengan tulisan-tulisan pembaruan Muslim Al-Afghani dan Syaikh Muhammad Abdul dari Mesir. Sebelum kemunculan Muhammadiyah, Indonesia tergantung ke dalam dunia Islam secara nominal. Namun, masalah islamisasi yang lebih menyeluruh baru dihadapi secara lebih terorganisasi dan sungguh-sungguh setelah kehadiran Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah gerakan yang kontribusi terhadap bangkitnya generasi baru Muslim indonesia.[13]
Melalui gerakan Muhammadiyah ini, Dahlan bertekad untuk mengajukan konsep dan gagasannya dengan cara yang halus. Pemikirannya lebih menyangkut hal-hal substansif dengan tujuan yang jauh lebih penting ketimbang sekedar isu-isu ritual formalistik. Hal-hal yang menjadi perhatian utama dahlan adalah menyangkut kehidupan religius, ketidak efisienan pendidikan agama, akitifitas misionaris Kristen, dan sikap tidak peduli bahkan antiagama dari kaum cerdik pandai. Masing-masing isu di atas dirasakan dahlan telah mengakibatkan kemunduran Islam di Indonesia. Dengan kepribadian Dahlan yang menyenangkan dan bersahabat, landasan dasar Muhammadiyah diletakkan dengan sukses. Dari sudut pandang ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa salah satu pelajaran yang paling penting dari kepemimpinan Dahlan adalah komitmen kuatnya kepada sikap moderat dan toleransi beragama[14].
        Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa yang mendirikan Gerakan Muhammadiyah ini adalah KH. Dahlan yang memiliki tekad untuk mengajukan konsep dan gagasannya dengan cara yang halus.
C.    Sejarah terbentuknya Muhammadiyah
Sejarah singkat tentang terbentuknya Muhammadiyah, Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[15] Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta). Beliau memilih "Muhammadiyah" sebagai nama Persyarikatan tersebut, karena memang beliau mengidolakan tokoh pembaharu dari Mesir bernama Muhammad Abduh.Jadi nama "Muhammadiyah" sebetulnya nisbat pada Muhammad Abduh, seorang cendekia dari Mesir, penulis Majalah Al-Manar. Banyak pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yg menginspirasi K.H. Achmad Dahlan.[16]
Pada masa kepemimpinan beliau (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: YogyakartaSurakartaPekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogyakarta, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh SumateraSulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.[17]
Sebagai organisasi, sejauh ini Muhammadiyah memegang teguh lima doktrin yang sampai sekarang tetap hidup dikalangan warga Muhammadiyah. Secara elementer tulisan berikut menguraikan masing-masing doktrin tersebut.[18]
1.      Tauhid
Bendera Muhammadiyah menunujukkan dengan jelas betapa seluruh gerakan dan kehidupan Muhammadiyah harus berdasarkan tauhid. Kalimah tayibah atau kalimah tauhid, yaitu la ilaaha illa Allah dan Muhammadarrasulullah (tidak ada Tuhan kevuali Allah dan Muhammad utusan Allah) yang tercantum dalam bendera Muhammadiyah itu menjadi sumber atau axis kehidupan Muhammadiyah. Almarhum KH. Ahamad Dahlan, pendiri Muhammadiyah pernah bertahun-tahun hanya mengajarkan al-Qur`an surat al-Ma’un pada para santrinya. Hal itu dilakukan bukan saja karena pesan-pesan keadilan sosial dari surat al-Ma’un itu belum dilaksanakan dengan baik oleh umat Islam, tetapi juga karena KH. Ahmad Dahlan ingin menanamkan satu pengertian bahwa keadilan sosial adalah realisasi “tauhid sosial” ditengah masyarakat Indonesia. Dalam pada itu dalam usaha menegakkan tauhid dalam arti luas, Muhammadiyah menggunakan semangat amar ma’ruf dan nahi munkar  sebagai sumber dinamika dankreafitas. Menyebarkan kebajikan dan mencegah mencegah kebatilan telah menjadi semangat yang built-in dalam perjuangan Muhammadiyah.[19]
2.      Pencerahan Umat
Doktrin Muhammadiyah berikutnya adalah mencerahkan dan mencerdaskan umat Islam dan bangsa Indonesia. Para tokoh Muhammadiyah pendahulu tidak pernah bosan mengingatkan masyarakat Islam Indonesia bahwa ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang dari kaum Muslimin yang harus direbut kembali. Dalam mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan umat Islam, Muhamadiyah menempuh tiga proses pendidikan sekaligus, yakni ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ta’lim berusaha mencerdaskan otak manusia, tarbiyah mendidik perilaku yang benar, sedangkan ta’dib memperhalus adab kesopanan. Paling tidak secara teoritis, seluruh lembaga pendidikan Muhammadiyah berusaha menggelindingkan pencerahan tiga dimensi itu sekaligus, berdasarkan wawasan keislaman.[20]
3.      Menggembirakan Amal Salih
Doktrin ”iman tanpa amal salih” bagaikan “pohon tanpa buah” sangat dipegang kokoh oleh seluruh warga Muhammadiyah. Dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Muhammadiyah, syarat berdirinya sebuah ranting Muhammadiyah adalah dimilikinya sebuah amal usaha. Walaupun hanya sebuah madrasah ibtida’iyah atau taman kanak-kanak. Sebuah ranting Muhammadiyah di tingkat kelurahan tidak akan disyahkan oleh pimpinan yang lenih tinggi bila para pendirinya hanya memasang papan nama kemudian tidur kembali. Sampai sekarang semangat baramal salih tetap kuat menghujam dalam sikap hidup kalangan warga Muhammadiyah. Sekalipun banyak kritik dilontarkan orang karena Muhammadiyah “hanya” mendirikan sekolah, madrasah, universitas, rumah sakit, masjid, panti asuhan, pesantren, dan sebagainya, tetapi perlu diingat bahwa yang “hanya” ini dan “hanya” itu juga memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas lumayan dan sumber dana yang memadai. Juga tanpa semangat beramal tinggi, prestasi seperti itu tidak pernah dapat dicapai.[21]

4.      Kerjasama untuk Kebajikan
Firman-Nya: (وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ) Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran, telah dijadikan doktrin perjuangan Muhammadiyah. Selama rentang waktu 83 tahun Muhammadiyah telah membuktikan manfaat doktrin al-Qur`an tersebut. Padahal generasi awal Muhammadiyah begitu toleran, sangat menghormati dan mengakomodasi berbagai hal selama tidak mempengaruhi prinsip penegakan tauhid. Kerjasama juga dilakukan dengan para tokoh organisasi sosial di masa itu untuk tujuan bersama yang lebih besar yaitu mengangkat kehormatan kaum bumi putera dari keterpurukan akibat kolonialisme.[22]
5.      Tidak Berpolitik Praktis
Peranan   Muhammadiyah   yang   penting   dan   berarti   adalah   dalam menciptakan kesatuan  dan persatuan bangsa  Indonesia. Muhammadiyah ikut  serta  memperjuangkan  kemerdekaan  Republik  Indonesia  sebagai kesatuan  politik.  Muhammadiyah  sejak  berdirinya  selalu  memberikan kontribusi yang besar dalam bidang itu. Politik tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia dan bagi Muhammadiyah ada peranan-peranan tertentu dalam sejarahnya dibidang politik. Muhammadiyah merupakan kelompok cendikiawan  yang melakukan  pendekatan  ilimiah  dalam  menganalisis perkembangan politik. Salah satu kelestarian dan kestabialan Muhammadiyah terletak pada kepiawayan untuk menghindari politik praktis. Pengalaman menunjukkan bila kepentingan politik sudah masuk ke dalam tubuh sebuah organisasi non-politik, maka organisasi tersebut menjadi rawan konflik dan perpecahan.[23]
Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan diatas mengenai sejarah berdirinya gerakan Muhammadiyah ini, dapat kita ketahui bahwa KH. Dahlan membangun atau mendirikan pengajian, sekolah, yayasan dan lain-lain demi mewujudkan tujuannya. Semasa KH. Dahlan dalam memimpin gerakan Muhammadiyah ini, saya dapat mengerti setelah mengetahui bahwa Muhammadiyah memegang teguh lima doktrin yang sampai sekarang tetap hidup dikalangan warga Muhammadiyah.
D.    Konsep Keberagaman Muhammadiyah
1.      Konsep Pendidikan
Konsep pendidikan KH Ahmad Dahlan tampaknya muncul dilatar belakangi oleh faktor situasi, yaitu situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat itu, terutama pengalaman pendidikan yang dialaminya sendiri. Lembaga pendidikan Islam tampaknya tidak mampu mengembangkan cara berfikir yang dinamis. Agaknya banyak faktor yang menjadi penyebab lumpuhnya lembaga pendidikan saat itu, yang harus ditinjau dari berbagai aspek. Dua diantaranya adalah aspek tujuan pendidikan Islam dan metode pengajaran yang diterapkan, di samping bahan pelajaran yang kurang melatih daya dan kemampuan berfikir. Muhammadiyah telah menyusun kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah yang mendekati rencana pelajaran sekolah-sekolah kerajaan. Di pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah, disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) diajarkan meskipun Muhammadiyah memberi dasar sekolah-sekolahnya pada masalah-masalah agama. Dapat dicontohkan Muhammadiyah menerapkan pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di bawah naungannya. Pendidikan antikorupsi berisi tentang penanaman nila-nilai moral yang baik (akhlakul karimah), seperti kejujuran, keadilan, kebenaran, keterbukaan, dan lain sebagainya.[24]
Pendidikan di masa penjajahan juga merupakan salah satu faktor lahirnya konsep pendidikan KH Ahmad Dahlan, karena pada masa penjajahan Belanda ada "dualisme" pendidikan yaitu yang memisahkan antara pengetahuan agama dengan pengetahuan umum, hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan Ilmu Pengetahuan Agama dengan Ilmu Pengetahuan umum dan sementara itu hanya diarahkan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.[25]
Ada benarnya sifat kooperatif yang dipilih Muhammadiyah, atau menimal akan timbul suatu pandangan baharu bahawa tindakan yang dimaksud lebih mengarah kepada kepentingan strategis suatu perjuangan, bukan semata-mata sebagai wujud dari sikap kompromistis terhadap kolonial Belanda. Sikap kooperatif tersebut dipilih oleh K.H. Ahmad Dahlan di dasarkan latar belakang sejarah organisasi dan perkumpulan Islam, al-Irsyad dan lain-lainnya memilih sikap non kooperatif, ternyata susah untuk mengembangkan diri. Dan alasan inilah Muhammadiyah mengarahkan pembaharuan di bidang institusi pendidikan, terutama mendidrikan sekolah agama yang lebih sesuai keperluan pendidikan. Selanjutnya untuk mempertahankan ajaran Islam dari pengaruh budaya barat yang buruk dan mengabaikan ajaran Islam, serta untuk mengatasi penyebaran agama Kristen yang semakin gencar dilakukan Belanda, maka KH Ahmad Dahlan mendirikan Organisasi yang dapat mendidik anak-anak muslim agar bisa mengembangkan dan mempertahankan ajaran Islam yakni organisasi Muhammadiyah. Selain di bidang pendidikan organisasi tersebut bergerak di bidang kemanusiaan dan juga sosial, tetapi Muhammadiyah memfokuskan penyebaran Islam melalui bidang Pendidikan dan sosial.[26]
      Syafi'i Ma'arif mengemukakan bahwa:
Muhammadiyah sebegitu jauh tampaknya lebih memfokuskan aktivitas-aktivitasnya untuk melawan kebodohan dan keterbelakangan, baik dalam bidang Agama dalam arti yang terbatas dalam masalah keduniaan dengan berbagai aspeknya. Bagi Muhammadiyah faktor penyebab utama kemiskinan tidak lain dari kebodohan. Oleh karena itu usaha mencerdaskan umat melalui kegiatan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak ditunda lagi. Memang pada waktu itu Muhammadiyah telah lahir jalur pendidikan, tapi dipandang jauh memadai untuk mencerdaskan umat, sifat tertutup pesantren terhadap apa-apa yang datang dari luar itu dipandang sebagai sikap yang tidak selalu menguntungkan bagi kemajuan umat beragama, Islam sebagai umat terbuka, harus membuka diri terhadap pengaruh dan unsur-unsur positif dari manapun, sesuai dari isyarat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa; "Dengan segala perkataan dan pendapat dan ikutilah yang positif".
2.      Konsep Tajhid Muhammadiyah
Muhammadiyah sering dijuluki sebagai organisasi islam pembaharu, atau gerakan tajdid. Julukan ini tentu tidak datang dari dalam Muhammadiyah, melainkan dari para pengamat dan pemerhati Muhammadiyah. Menurut paham Muhammadiyah, tajdid mempunyai dua pengertian, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Pertama, mengandung pengertian purifikasi dan reformasi. Yaitu pembaruan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam ke arah keaslian dan kemurniannya sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah Al-Maqbulah.[27]
a.       Dalam pengertian pertama ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah mahdhah. Kedua, mengandung pengertian modernisasi atau dinamisasi ( pengembangan ) dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan masyarakat.
b.      Sedangkan pengertian yang kedua diterapkan pada masalah muamalah duniawi.
Tajdid dalam pengertian ini sangat diperlukan, terutama setelah memasuki era globalisasi, karena pada era ini bangsa-bangsa di dunia rnengalami interaksi antarbudaya yang sangat kompleks. Tajdid dalam Muhammadiyah menyangkut bebrapahal seperti:

1)      Ilmu, Amal, dan Akhlak
Mencermalti jejak KH Ahmad Dahlan, sejak awal kiprahnya dia sangat mengutamakan pendidikan umat. Dia berobsesi agar umat Islam menjadi umat yang berilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Mula-mula dia mendirikan sekolah di rumahnya dan biaya penyelenggaraan pendidikan pun ditanggungnya sendiri. Dia sangat mendambakan agar bangsa Indonesia jangan kalah pandai dibanding dengan bangsa Belanda yang waktu itu sebagai penjajah. Maka di sekolah Muhammadiyah mulai diajarkan bahasa asing, yaitu Arab, Belanda, dan Inggris. Kini lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah sudah berkembang luas di seluruh pelosok Tanah Air. Sejak muda Ahmad Dahlan dikenal sebagai pemuda yang suka bekerja keras dan tidak banyak bicara. Sifat ini kemudian diformulasikan sebagai semboyan organisasi yaitu “Sedikit bicara, banyak bekerja”.[28]
Revitalisasi tajdid sangat diperlukan, dalam arti kegiatan ditingkatkan, pengengertiannya dikembangkan, dan wilayah kajian diperluas. Selama ini kajian masih berkutat pada bidang ibadah. Maka perlu diperluas untuk membahas masalah aktual yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat manusia secara global, meliputi teologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan isme-isme yang sedang tenar ( sekularisme, pluralisme, fundamentalisme, liberalisme) kaitannya dengan bidang agama.[29]
Semboyan ini menjiwai etos kerja warga, sehingga Muhammadiyah sering diidentikkan sebagai organisasi amal. Tak ada hari tanpa beramal. Kenyataannya memang demikian, betapa banyaknya amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Ahmad Dahlan juga menekankan hendaknya semua warga menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah ( budi pekerti yang luhur ). Di antaranya masalah keikhlasan dalam mengabdi di organisasi sangat diutamakan, sehingga muncul semboyan “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.[30]
Semboyan ini mengandung arti bahwa warga Muhammadiyah harus berani berkorban demi kelangsungan hidup organisassinya, dan jangan sampai ada orang yang bekerja di Muhammadiyah hanya semata-mata untuk mencari nafkah, apalagi untuk memperkaya diri, melainkan harus didasari dengan semangat pengabdian untuk mencapai cita-cita dan tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan dakwahnya, KH Ahmad Dahlan menekankan agar umat Islam memiliki keimanan yang benar dan mengerjakan ibadah dengan cara yang benar pula. Sebab kalau tidak, sia-sialah jerih payah dalam mengamalkan ajaran agama. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Barang siapa yang mengerjakan ibadah yang tidak ada perintahnya dari aku, maka tertolaklah ibadahnya”. Sesuai dengan isi Hadis tersebut, maka Muhammadiyah menyerukan kepada umat Islam agar menjauhi TBC, singkatan dari takhayul, bid’ah, dan churafat. Dalam churafat itu terdapat unsur syirik, sehingga lebih lengkapnya ialah agar umat Islam menjauhi takhayul, bid’ah, churafat, dan syirik. Inilah bentuk awal dari tajdid yang diserukan oleh KH Dahlan. Kemudian oleh para pemimpin Muhammadiyah periode berikutnya, pengertian itu dikembangkan.[31]

2)      Pengembangan
Pembaruan diperlukan karena terjadinya perubahan dalam masyarakat sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, pada zaman Nabi Muhammad SAW, upaya untuk mencegah kehamilan, yang menurut istilah sekarang adalah perencanaan keluarga, melalui‘azl ( coitus interruptus). Pada zaman modern sekarang, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah ditemukan metode baru untuk perencanaan keluarga, seperti : dengan suntikan, pil, kondom, susuk, IUD, vasektomi, tubektomi, dan lain-lain. Pengertian tajdid mengalami pengembangan. Dalam Muktamar Muhammadiyah di Malang Desember 1990, antara lain dirumuskan, tujuan tajdid adalah untuk memfungsikan Islam sebagai furqan (membedakan antara yang haq dan yang batil), hudan (petunjuk), rahmatan lil ‘alamin(menjadi rahmat bagi seluruh alam), mendasari dan membimbing perkembangan kehidupan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan teknologi.[32]
Sedangkan dimensi tajdid meliputi pemurnian akidah dan ibadah serta pembentukan akhlak yang mulia; pembentukan sikap hidup yang dinamis, kreatif, progresif, dan berwawasan masa depan; pengembangan kepemimpinan, organisasi, dan etos kerja dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam melaksanakannya, kedudukan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mendapat perhatian khusus. Dalam satu segi Iptek bisa menimbulkan degradasi harkat dan martabat manusia. Namun dalam segi lain ia berfungsi positif bagi operasionalisasi dakwah dan tarbiyah serta pencapaian harkat kemanusiaan yang menjadi tujuan kemerdekaan bangsa.[33]
3)      Tantangan Masa Kini
Memasuki abad ke-21, sejalan dengan arus globalisasi, tantangan terhadap eksistensi agama makin keras. Sebagai contoh, di Amerika Serikat belum lama ini diadakan jajak pendapat oleh lembaga Haris Poll. Hasilnya 42 % penduduk Amerika Serikat tidak yakin Tuhan benar-benar ada dan berkuasa atas alam semesta. Tidak mustahil di antara orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Paman Sam itu ada yang terpengaruh menjadi ateis atau agnostis, dan merasa bangga dapat meniru pandangan hidup orang modern di negara adidaya tersebut. Meniru cara berpikir dan budaya Barat itu bagi sebagian orang merupakan kebanggaan. Misalnya orang yang dengan getol ingin terus menerbitkan majalah Playboy di Indonesia. Meski isi majalah tersebut jelas saru, tetapi mereka beralasan bahwa di negara maju majalah semacam itu tidak ada masalah, di samping mereka membayangkan akan meraih keuntungan finansial yang sangat besar.[34]
Berdasarkan contoh kasus tersebut maka revitalisasi tajdid sangat diperlukan, dalam arti kegiatan ditingkatkan, pengertiannya dikembangkan, dan wilayah kajian diperluas. Suara yang muncul di Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang antara lain menyatakan, selama ini kajian masih berkutat pada bidang ibadah. Maka perlu diperluas untuk membahas masalah aktual yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat manusia secara global, meliputi : teologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan isme-isme yang sedang ngetren seperti : sekularisme, pluralisme, fundamentalisme, liberalisme, dan lain-lain dalam kaitannya dengan bidang agama.[35]
3.      Konsep Kepribadian Muhammadiyah
Konsep kepribadian Muhammadiyah merupakan pernyataan mengenai identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bergerak dalam lapangan dakwah Islam amar makruf nahi munkar yakni dakwah untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran baik di kalangan umat Islam maupun masyarakat secara individual dan perorangan. Konsep ini digagas pada Muktamar di Palembang tahun 1956 hasil renungan KH. Faquh Usman, tetapi baru dapat dirumuskan dan diputuskan pada Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Konsep ini merupakan jawaban atas persoalan yang bersifat politik yang dihadapi Muhammadiyah akibat keterlibatannya dalam Masyumi.
Ada dua faktor pertimbangan yang menjadi latar belakang dan dasar pemikiran kelahiran kepribadian Muhammadiyah. Pertama, pada saat itu setelah Masyumi dibubarkan banyak aktivitas Muhammadiyah yang kembali ke “kandang” Persyarikatan Muhammadiyah dan dirasakan oleh sebagian kalangan membawa cara-cara politik dalam mengurusi Muhammadiyah; Kedua, akibat terlalu lama terlibat dalam Masyumi sekitar 15 tahun. Muhammadiyah jadi terlalu sibuk dengan kegiatan politik praktis yang berorientasi pada perjuangan meraih kedudukan dalam pemerintahan sebagaimana lazimnya fungsi partai politik. Akibatnya, Muhammadiyah mengabaikan kegiatan-kegiatan dakwah Islam yang lebih luas berupa pembinaan masyarakat yang sebelum itu telah mejadi jiwa dan orintasi utama gerakan ini. Format lain dari hubungan Muhammadiyah dan politik secara formal ialah ketika Muhammadiyah membentuk Partai Muslimin Indonesia tahun 1967, yaitu hubungan formal karena mengharuskan untuk membina partai Islam tersebut tetapi tidak bersifat langsung karena sebatas hubungan ideologis.[36]
Dalam pernyataan Khittah Perjuangan Muhammadiyah hasil keputusan Sidang Tanwir di Ponorogo tahun 1969 disebutkan bahwa,
Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang masyarakat. Sedangkan untuk alat perjuangaan dalam bidang politik kenegaraan (politik praktis), Muhammadiyah membentuk satu Partai Politik di luar organisasi Muhammadiyah.”[37]
Tampak jelas keterliabatan Muhammadiyah dalam politik yang bersifat formal dan langsung sealin menunjukkan dinamika yang tidak linier dengan pengaruh positif dan negatif yang menyertainya, juga memberikan inspirasi konsepsional akan lahirnya panduan kehidupan berMuhammadiyah bagi para elit dan massa Muhammadiyah.[38]
Analisis dari pemakalah:
Melalui penjelasan diatas, dapat kita ketahui dan pahami bahwa konsep-konsep yang diterapkan oleh Muhammadiyah dapat mudah diterima oleh masyarakat melalui dakwah. Dan konsep-konsep itu mencakup berbagai hal seperti, konsep pendidikan, konsep tajhid dan konsep kepribadian. Selama berdirinya Muhammadiyah ini banyak terjadi pengaruh positif dan negatifnya yang menyertainya tapi tidak membuat gerakan Muhammadiyah ini mundur.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi, Muhammadiya adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah memegang teguh lima doktrin yang sampai sekarang tetap hidup dikalangan warga Muhammadiyah yaitu tauhid, pencerahan umat,menggembirakan amal shalih, kerjasama sebagai kebijakan dan tidak berpolitik praktis. Adapun konsep-konsep yang ada dalam Muhammadiyah adalah konsep pendidikan Muhammadiyah, konsep tajhid Muhammadiyah dan konsep kpribadian Muhammadiyah.
B.     Kritik dan Saran
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur`an dan Terjemah
Jabrohim. 2010, Membumikan Gerakan Ilmu dalam Muhammadiyah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Jurdi, Syarifuddin. 2005,  Negara Muhammadiyah, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Karim, M. Rusli. 1986, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar , Rajawali, Jakarta.

M. Musawir, Nurhadi. 1997, Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah, Lembaga Pusataka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, Yogyakarta.

Nashir,  Haedar . 2007, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah, Gramedia, Bandung.
Nashir, Haedar. 2006, Dinamika Politik Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, Yogyakarta.

Riyadi, Hendra. 2000, Ilmu Tauhid, Nuansa, Bandung.
Syarif Hidayatullah, IAIN. 1992, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta.

Shihab,  Alwi. 1997, Islam Inklusif, Mizan, Bandung.
Shihab, Alwi.1998, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonsia, Mizan, Bandung.
Suwarno. 2001, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, UII Press, Yogyakarta.  
wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah


       [1] wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah

       [2] Ibid.
       [3] Ibid.
       [4] IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 675
      [5] Haedar Nashir, Dinamika Politik Muhammadiyah, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2006), hal. 1-5
       [6] Ibid., hal. 6
       [7] Al-Qur`an dan Terjemah
       [8] Ibid., hal. 9
       [9] Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi ( Yogyakarta: UII Press, 2001), hal 24  
       [10] Ibid., hal. 25
       [11] Hendra Riyadi, Ilmu Tauhid, (Bandung: Nuansa, 2000),  hal. 7
       [12]  Ibid., hal. 10
       [13]  M. Rusli karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar ( Jakarta: Rajawali, 1986), hal.96
       [14] Alwi shihab,  Islam Inklusif,  (Bandung: Mizan, 1997),  hal.310-311
       [15] Nurhadi M. Musawir, Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah, (Yogyakarta: Lembaga Pusataka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1997),  hal. 1
       [16] Syarifuddin Jurdi, Negara Muhammadiyah, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hal. 21
       [17] Ibid.
       [18] Ibid.
       [19]  Ibid., hal. 10
       [20] Ibid., hal. 12
       [21] Ibid., hal. 13
       [22] Ibid., hal. 15
       [23] Nurhadi M. Musawir, Op. Cit., hal. 1-7
       [24] Jabrohim, dkk,  Membumikan Gerakan Ilmu dalam Muhammadiyah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 9
       [25] Ibid., hal. 12
       [26] Ibid., hal. 15
       [27] Haedar Nashir, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah, (Bandung: Gramedia, 2007), hal. 34
       [28] Ibid.
       [29] Ibid.
       [30] Haedar Nashir, Op. Cit., hal 39
       [31] Jabrohim, Op. Cit. ,hal. 12
       [32] Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonsia, ( Bandung: Mizan, 1998 ), hal. 42
       [33] Ibid, hal. 45
       [34] Ibid.
      [35] Ibid.
       [36] Haedar Nashir, Op. Cit., hal. 40-41
       [37] (Keputusan Khittah Perjuangan Muhammadiyah Tanwir Ponorogo , 1969 butir A.I. 5.).
       [38] Ibid., hal. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar