Minggu, 01 Juni 2014

Makalah Ilmu Kalam "Perbuatan-Perbuatan Tuhan"



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Persoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan diantara aliran-aliran kalam adalah masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama kalam mengenai iman.Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih dianggapberiman dan siapa yang kafir diantara pelaku tahkim, para ulama kalam kemudian mencari jawaban atas pertanyaan siapa yang sebenarnya yang mengeluarkan perbuatan manusia, apakah Allah sendiri?Atau manusia sendiri? Atau kerja sama diantara keduanya.
Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam fatalis (predestination) yang diwakili oleh Qadariyah dan freewill yang diwakili Qadariyahdan Mu’tazilah, sedangkan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah mengambil sikap pertengahan.Persoalan ini kemudian meluas lagi dengan mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu atau tidak? Apakah perbuatan Tuhan itu tidak terbatas pada hal-hal yang baik-baik saja., ataukah perbuatan Tuhan itu terbatas pada hal yang baik-baik saja, tetapi juga menyangkut kepada hal-hal buruk??


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian perbuatan-perbuatan Tuhan?
2.      Apa saja kewajiban menepati janji?
3.      Bagaimana perbuatan-perbuatan Tuhan terhadap manusia?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Perbuatan-perbuatan Tuhan
a.       Apakah Tuhan itu ada?
Eksistensi Tuhan terlalu jelas hingga tak perlu lagi argument.Beberapa ulama suci telah mengatakan bahwa Tuhan itu sendiri jauh lebih jelas ketimbang wujud lainnya, tetapi orang-orang yang kurang wawasannya tidak dapat melihat-Nya.Yang lainnya berkata bahwa Dia tersembunyi dari persepsi langsung karena identitas dari manifestasi Diri-Nya. Akan tetapi,pengaruh besar daripositivisme dan materealisme atas ilmu-ilmu kemanusiaan membuat perlu untuk mendiskusikan argument-argumen tentang Tuhan[1].
Jalan pemikiran ini mereduksi eksistensi sampai pada apa yang dapat dirasakan secara langsung dank arena itu membutakan dirinya sendiri pada dimensi tak terlihat dari eksistensi, yang jauh lebih luas ketimbang dimensi yang terlihat. Karena kita harus berjuang menghilangkan tirai yang dibuat oleh materealisme dan positivism. Kita akan meninjau secara singkat beberapa demonstrasi tradisyonal untuk eksistensi wajib Tuhan[2].
b.      Siapa  yang menciptakan Tuhan?
Orang-orang yang tidak menghidupkan dimension spritualnya terkadang bertanya: Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu siap yang menciptakan Tuhan? Nabi Berkata: “suatu hari nanti akan ada orang yang dudukdengan bersila dan bertanya: Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, siapa yang menciptakan Tuhan[3]?
Ada beberapa kewajiban dalam mengenal Tuhan?
1.      Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap Manusia
Faham bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban timbul sebagai akibat dari konsep kaum Mu’tazilah tentang keadilan Tuhan dan berjalan sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan[4].
Bagi kaum Asy’ariah, faham Tuhan mempunyai kewajiban tidak dapat diterima, karena hal itu bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut.Faham mereka bahwa Tuhan dapat berbuat sekendak hati-Nya terhadap makhluk mengandung arti bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa[5].
2.      Berbuat Baik dan Terbaik
Dalam istilah arabnya berbuat baik dan terbaik bagi manusia disebutal-salah wa al-aslah.Bagi kaum Asy’ariah jelas bahwa faham ini tidak dapat diterima,karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini ditegaskan oleh al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkwajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia.Kaum Maturidiah dengan kedua golongannya, juga tidak sefaham dengan kaum Mu’tazilah dalam hal ini[6].
3.      Beban diluar kemampuan manusia
Dalam aliran Mu’tazilah, faham pemberian beban yang tak terpikul ini tidak dapat sejalan.Dalam faham Mu’tazilah, yang mewujudkan perbuatan manusia adalah daya manusia yang terbatas[7], dan bukan daya Tuhan yang tak terbatas. Kalau Tuhan member beban yang tak terpikul kepada manusia, itu akan sia-sia belaka[8].
Oleh karena itu faham taklif ma la yutaq dapat mereka terima.Sebagai kata al-Bazdawi, tidaklah mustahil bahwa Tuhan meletakkan atas diri manusia kewajiban-kewajiban yang tak dapat dipikulnya.[9]
4.      Pengiriman Rasul-rasul
Pengertian Rasul-rasul mempunyai arti yang besar bagi kaum Asy’ariah, karena mereka banyak bergantung pada wahyu untuk mengetahui Tuhan dan alam gaib, bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang bersangkutan dengan hidup keduniaan manusia. Kaum Asy’ariyah, sungguh pun pengiriman Rasul-rasul dalam teologi mereka mempunyai arti penting menolak sifat wajib nya pengiriman demikian, karena hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia.
5.      Janji dan Ancaman
Dalam perbuatan-perbuatan Tuhantermasuk perbuatan menepati janji dan dan menjalankan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id) sebagai diketahui, janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan kaum Mu’tazilah.
2.      Perbuatan-perbuatan Tuhan melalui sifatnya
Persoalan perbuatan Tuhan juga banyak diperdebatkan oleh Mu’taziah, Asy’ariah, dan Maturidiyah.[10]Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan.Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Menurut Ibn Rusyd, tujuan manusia bukanlah untuk mencari perbedaan dari dua bentuk keyakinan ini, tetapi mempertemukannya. Ibnu Rusyd ingin mengikuti tujuan dan pesan yang disampaikan nash. Selanjutnya Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa setiap manusia berkeinginan dalam membuat.Keinginan itu bisa berawal dari khayalan maupun melaksanakan perintah.
Pasti ada yang bertanya, Bagaimana cara kita mencari Tuhan?
Sejak planet bumi dimukimi manusia yang berbudaya, jungkir baliklah manusia mencari pelindungnya. Mencari Tuhannya, dialam yang disangka ganas ini. Tak kala mereka berjumpa dengan petir yang mendahsyat, disembahlah petir itu agar yang petir tak membinasakan mereka.Takkala mereka merasa diteduhi sebatang pohon besar yang menggrenggak memorak- perandakan kampung-kampung., disembahlah air agar air tak menclakakan manusia.[11]
Ada beberapa aliran, antaranya:
a.       Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Didalam Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim[12]. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukukng pendapatnya diatas adalah surah Al-Anbiya (21) :23, dan surah Ar-Rum (30):8.
Ÿwã@t«ó¡ç$¬Hxåã@yèøÿtƒöNèduršcqè=t«ó¡çÇËÌÈ
Artinya :Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai ( Q.S Al-Anbiya :23).
öNs9urr&(#r㍩3xÿtGtƒþÎûNÍkŦàÿRr&3$¨Bt,n=y{ª!$#ÏNºuq»uK¡¡9$#uÚöF{$#ur$tBur!$yJåks]øŠt/žwÎ)Èd,ysø9$$Î/9@y_r&urwK|¡B3¨bÎ)ur#ZŽÏVx.z`ÏiBĨ$¨Z9$#Ç!$s)Î=Î/öNÎgÎn/utbrãÏÿ»s3s9ÇÑÈ
Artinya :dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.surahAr-Rum (30):8.
Qadi Abd Al-Jabar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat yang baik dan mahasuci dari perbuatan buruk[13]. Dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya.Ia menambahkan bahwa seseorang yang dikenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan .bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata tuhan melakukan perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau merupakan berita bohong[14].
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan tuhan yang berjalan sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilahuntuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia.Kewajiban-kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu hal, yaitu kewajiban berbuat baik pada manusia. Faham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik (ash-shalah wa-alashlah) mengkonsekuensikan aliran Mu’tazilah memunculkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a.       Kewajiban Tidak Memberikan Beban di Luar Kemampuan Manusia
Memberi beban diluar kemampuan manusia (taklif ma la yutaq) adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik.Hal ini bertentangan dengan faham mereka tentang keadilan Tuhan. Tuhan akan bersikaf tidak adil kalau ia member beban yang terlalu berat kepada manusia[15].Faham bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban timbul sebagai akibat dari konsep kaum Mu’tatazilah tentang keadilan Tuhan dan berjalan sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
b.      Kewajiban Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah begitu penting.Namun mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan terbaik bagi manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti[16].
c.       Kewajiban Menepati Janji (al-Wa’id)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat hubungan nya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan, Tuhan akan bersikap tidak adil jika tidak menepati janji akan member pahala kepada orang yang berbuat baik: dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia.Oleh karena itu, menepati dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan. Bagi kaum Asy’ariah faham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak mempunyai kewajiban memepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam Al-Qur`an dan Hadist. [17]
b.      Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia (ash-shalah al-ashlah).Sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan.Hal ini ditegaskan AL-Ghazali ketika mengatakan bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia.Dengan demikian, aliran Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan mempunyai kewajiban.Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk.Sebagaimana dikatakan AL-Ghazali, perbuatan-perbuatan tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satu pun darinya yang mempunyai sifat wajib[18].
Mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban di luar kemampuan manusia.AL-Asya’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam AL-Luma, bahwa dikehendakinya.Namun, sesuai dengan faham Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, hal ini tak menjadi permasalahan agi bteologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Kalau tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau.Tuhan dalam faham aliran ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia.[19]
c.       Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan MaturidiyahBukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia.Demikian juga pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan[20].
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban.Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberikan upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat dosa besar.Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman Rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
Urain Al-Badzdawi ini mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati janji untuk member upah kepadayang berbuat baik.Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia[21].
Al-asy’ari berpandangan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti ilmu, hayat, sama’ dan basr.Sifat-sifat tersebut bukanlah zat-Nya.menurutnya Allah mempunyai ilmu karena alam yang diciptakan demikian yang teratur tidak tercipta kecuali diciptakan oleh Tuhan yang mempunyai alam[22].
Al-Baqillani mengatakan Allah mempunyai wajah dan tangan sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an.
3.      Petunjuk Tuhan
Manusia diciptakan Tuhan dengan dibekali beberapa petunjuk untuk menjaga dan menyempurnakan hidup dan kehidupannya.Sejak lahir manusia sudah dibkali perasaan asli atau naluri.  Disamping petunjuk berupa naluri dan panca indra, manusia diberi anugrah yang amat berharga yang tidak dianuggrahkan kepada binatang. Anugrah itu ialah akal fikiran.Dengan akal, manusia dapat mencapai derajat yang jauh lebih tinggi dari pada binatang.[23]
Iman yang dikendaki Tuhan ialah iman yang berasaskan kebebasan, kemerdekaan dan kemauan serta kemampuan daya terima daya manusia itu sendiri. Tuhan benar-benar membuktikan adanya kebebasan yang diberikan kepada kita, sehingga alternatifnya pun Cuma ada dua: patuh dengan segala konsekuensi dan membangkang dengan segala konsekuensinya pula (Muhammad Imaduddin Abdulrahim,1982:23).[24]
Iman yang diberikan Tuhan khusus kepada siapa yang mau menerimanya dengan sukarela. Tulus ikhlas dan berdasarkan pertimbangan masak-masak, tanpa dipengaruhi apa dan siapa. Tuhan pun melarang muslim memaksa orang untuk meyakini dan mematuhi-Nya. 
Alam adalah ciptaan, maka mesti ada pencipta yang menciptakannya, sebagaimana ada tulisan mesti ada penulis yang melukisnya.Ada bangunan mesti ada pembangunan yang membangunnya.Dengan demikian, adanya ala mini mesti ada yang menciptakannya.Kejadian dialam ini sebagian ada yang lebih dulu, sebagian lagi belakangan, dan itu terjadi bukan dengan sendirinya, karena jika terjadi sendirinya berarti qadim.Kejadian-kejadian di alam ini karena adanya kehendak Allah swt[25].
Sifat-sifat seperti alim dan qadir bukan merupakan tambahan terhadap zat-Nya. Oleh karena itu dalam pandangan sifat-sifat Allah bukan merupakan sesuatu yang lain dari zat-Nya. Selanjutnya Al-Baqillani mengatakan bahwa sifat terdapat pada zat.Sebagai contoh gerak dan warna, keduanya ditemukan pada zat yang bergerak dan berwarna.sifat adalah sesuatu yang tampak pada perbuatan, seperti corak atau bentuk[26].
4.      Hikmah Dan Tujuan Perbuatan Tuhan
Menurut aliran Asy’ariah, segala perbuatan Tuhan tidak bisa ditanyakan mengapa, artinya bukan Karena hikmah atau tujuan, sedangkan menurut aliran Mu’tazilah sebaliknya, karena menurut mereka tuhan tidakmungkin mengerjakan sesuatu yang tidak ada gunanya. Kelanjutanya ialah bahwa tuhan hams (wajib) berbuat yang baik dan terbaik.[27]
Menurut al-maturidi, memang benar perbuatan tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam ciptaan-ciptaanNya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya (taklifi), tetapi perbuatan tuhan tersebut tidak karena paksaan (dipaksa). Karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya.Sebenarnya perbedaan antara al-Maturidi dengan aliran mu’tazilah hanya perbedaan kata-kata (istilah) sekitar penggunaan perkataan “wajib”, sedang inti persoalannya sama, yaitu bahwa kedua-duanya mengakui adanya tujuan pada perbuatan tuhan[28].
Itulah beberapa pendapat al-maturidi, sekedar untuk mengetahui letak dan kecenderungan pendapat-pendapatnya alirn mu’tazilah dan asy’ariah.Ia sering-sering lebih mendekati aliran mu’tazilah dan banyak pula hubungannya dengan pendapat imam abun hanifah.[29] Aliran maturidi menurut pandangan para pembahas teologi islam, masih termasuk golongan ahlussunnah. Kalau kita perbandingkan aliran-aliran teologi islam dan kita urut-urutkan menurut kebebasan pemikiranya, maka dapat diurutkan sebagai berikut:Aliran Mu’tazilah kemudian aliran Maturidiah, kemudian lagi aliran Asy’ariah, dan yang terakhir Ahlussunah.
5.      Bagaimana carakita Mengenal Tuhan?
Mengapa kita ucapkan salam kepada Tuhan? Ini semua adalah symbol, kiasan atau lambing dari keislaman itu sendiri.Islam artinya pasrah kepada Tuhan. Dalam pengertian yang lebih dalam, islam artinya berdamai dengan Allah. Tidak punya permasalahan dengan Tuhan. Sebagai seorang muslim, dengan sendirinya kita berdamai dengan Tuhan. Tidak punya sikap negatif kepada Tuhan.[30]
Inilah salah satu makna Islma, dalam kehidupan sehari-hari kita mengalami berbagai pengalaman, baik yang menyenagkan maupun yang mengecewakan.Kalau kita mengalami nasip kurang baik, sering terbesit dalam hati kita perasangka negatif kepada Tuhan.Apalagi bila sasip itu berlarut-larut.Maka, itulah permulaan malapetaka ruhani dan kebangkrutan spiritual.Kita tidak boleh berburuk sangka kepada Tuhan[31].
a.       Bukti-bukti Wujud Tuhan
Manusia mempunyai kesadaran yang yakin tentang wujud dirinya dan hakekat dirinya sendiri, dan tidak kosong dari kesadaran  yang yakin tentang wujud terbesar dan hakekat alam semesta, Karena ia berhubungan dengan wujud ini bahkan bersandar kepada wujudnya. Pembahasan-pembahasan filosof-filosof mu’min untuk menetapkan wujud Tuhan dengan alas an dan dalil telah menimbulkan bermacam-macam dalil. Ketuhanan adalah sesuatu yang tidak terbatas pada akal manusia atau pada dalil yang dilahirkan oleh akal manusia.[32]
Tidak asing lagi bahwa aturan penetapan dan penyengkalan pada perdebatan antara lawan-lawan tidak berlaku pada persoalan yang besar tersebut.Akal manusia tidak mempunyai hak untuk menetapkan atau hak untuk membantah[33].Seseorang tidak harus dibebani mengemukakan dalil seluruhnya atau harus dibebani penolakan dalil seluruhnya dalam pembahasan tentang hakekat wujud[34].
b.      Perbuatan-perbuatan Tuhan tidak ada kekurangan nya disisi manapun
Jiwa-jiwa yang terselamat itu tercipta dan terbiasa untuk mencintai, mengangungkan dan menyembah Allah. Dan tidaklah jiwa yang suci itu akan mencintai,mengagungkan dan menyembah elain kepada Dzat yang diketahui menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang sesuai dengan rububiyah dan uluhiyah-Nya. Dan apabila ada suatu sifat yang berupa sifat kekurangan yang tidak mengandung kesempurnaan didalamnya, maka sifat yang seperti ini tertolak dari Allah.Seperti sifat mati, bodoh, lupa, lemah, buta, dan lain sebagainya[35]


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Bagi kaum Asy’ariah, faham Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tidak dapat diterima, karena hal itu bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut.Faham mereka bahwa Tuhan dapat berbuta sekehendak hati-Nya terhadap makhluk mengandung arti bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa. Kaum Maturidiah golongam dengan kaum Bukhara sefaham dengan kaum  Asy’ariyah tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan. Namun golongan Samarkand, member batasan-batasan kepada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan demikian dapat menerima faham adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan, sekurang-kurangnya kewajiban menepati janji tentang pemberian upah dan pemberian hukuman.


B.     Saran
Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun ini,masih terdapat kekurangan disana sini,  oleh karena itu penulis sangat meminta kritikan dan saran dari para pembaca agar makalah yang saya buat ini bisa menjadi lebih baik lagi dan bisa berguna bagi kita semua.

                                   DARTAR PUSTAKA
                                                    

Chirzin Muhammad, Konsep Dan Hikmah Akidah Islam, Yogjakarta:PustakaPelajar Offset,2004
 Fethulan Gulen, Memadukan Akal Dan Kalbu dalam Beriman,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002
Hanafi A, Pengantar Teologi Islam, Jakarta:Radar Jaya Offset, 2003
Mahmoud Abbas, Ketuhanan, Jakarta:Bulan Bintang,1981
Madjid Nurcholish, Pesan-Pesan Takwa, Jakarta:Paramadina,2005
M Afrisal, 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam, Jakarta:Erlangga
Nasution Harun,Teologi Islam,Jakarta:UI Press,1919
Nasution Harun, Teologi Islam,Jakarta: Universitas Indonesia, 1986
Shalih Muhammad, Aqidah Salaf, Pekalongan:pustaka Sumayyah,2007
Suardi Dedi, Makhluk Berdasi Mencari Tuhan,Bandung:PT Remaja Rosdakarya 1999

[1]Gulen,M. Fethulan, Memadukan Akal dan Kalbu Dalam Beriman, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal 1
[2]ibid, hal. 8
[3]Ibid, hal 9
[4]Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta:UI Press,1999), hal.128
[5]Ibid. hal. 129
[6]Ibid. hal 129
[7]Ibid. hal 130
[8]Ibid. hal 130
[9]Ibid. hal 130
[10]  Afrisal M, 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam, (Jakarta:Erlangga), hal.108
[11]  Dedi Suardi, Makhluk Berdasi Mencari Tuhan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1993), hal.57
[12]Ibid. hal 57
[13]Ibid. 109
[14]Ibid. 109
[15]Harun Nasution, Op.cit, hal 128
[16]Ibid. hal 129
[17] Harun Nasution, Teologi Islam,(Jakarta: Universitas Indonesia, 1986),132
[18]Ibid. hal 133
[19]Ibid. hal 133                                                                                   
[20]Harun Nasution, Op.cit, hal 130
[21]Ibid. hal 131
[22]Ibid, hal. 131
[23] Muhammad Chirzin, Konsep Dan Hikmah Akidah Islam, (Yogjakarta:Pustaka Pelajar Offset,2004), hal.7-8
[24]Ibid. hal. 9
[25]Ibid, hal. 10
[26]Ibid, hal. 10
[27] A.Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta:Radar Jaya Offset, 2003), hal.172
[28]Ibid, hal. 173
[29]Ibid, hal. 173
[30] Nurcholish Madjid, Pesan-Pesan Takwa, (Jakarta:Paramadina,2005), hal 51
[31]Ibid, hal. 52
[32]  Abbas Mahmoud, Ketuhanan, (Jakarta:Bulan Bintang,1981), hal 180
[33]Ibid, hal. 181
[34]Ibid, hal. 181
[35]Muhammad bin Shahih, Aqidah Salaf, (Pekalongan: Pustaka Sumayyah,2007) hal. 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar