BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan
diantara aliran-aliran kalam adalah masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan
manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama kalam mengenai
iman.Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih dianggapberiman dan siapa yang
kafir diantara pelaku tahkim, para ulama kalam kemudian mencari jawaban atas
pertanyaan siapa yang sebenarnya yang mengeluarkan perbuatan manusia, apakah
Allah sendiri?Atau manusia sendiri? Atau kerja sama diantara keduanya.
Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam
fatalis (predestination) yang
diwakili oleh Qadariyah dan freewill yang diwakili Qadariyahdan Mu’tazilah, sedangkan aliran Asy’ariyah
dan Maturidiyah mengambil sikap
pertengahan.Persoalan ini kemudian meluas lagi dengan mempermasalahkan apakah
Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu atau tidak? Apakah perbuatan Tuhan
itu tidak terbatas pada hal-hal yang baik-baik saja., ataukah perbuatan Tuhan
itu terbatas pada hal yang baik-baik saja, tetapi juga menyangkut kepada
hal-hal buruk??
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
perbuatan-perbuatan Tuhan?
2. Apa saja kewajiban
menepati janji?
3. Bagaimana
perbuatan-perbuatan Tuhan terhadap manusia?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Perbuatan-perbuatan
Tuhan
a. Apakah
Tuhan itu ada?
Eksistensi Tuhan terlalu jelas hingga tak perlu lagi
argument.Beberapa ulama suci telah mengatakan bahwa Tuhan itu sendiri jauh
lebih jelas ketimbang wujud lainnya, tetapi orang-orang yang kurang wawasannya
tidak dapat melihat-Nya.Yang lainnya berkata bahwa Dia tersembunyi dari
persepsi langsung karena identitas dari manifestasi Diri-Nya. Akan
tetapi,pengaruh besar daripositivisme dan materealisme atas ilmu-ilmu
kemanusiaan membuat perlu untuk mendiskusikan argument-argumen tentang Tuhan[1].
Jalan pemikiran ini mereduksi eksistensi sampai pada
apa yang dapat dirasakan secara langsung dank arena itu membutakan dirinya
sendiri pada dimensi tak terlihat dari eksistensi, yang jauh lebih luas
ketimbang dimensi yang terlihat. Karena kita harus berjuang menghilangkan tirai
yang dibuat oleh materealisme dan positivism. Kita akan meninjau secara singkat
beberapa demonstrasi tradisyonal untuk eksistensi wajib Tuhan[2].
b. Siapa yang menciptakan Tuhan?
Orang-orang yang tidak menghidupkan dimension
spritualnya terkadang bertanya: Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu
siap yang menciptakan Tuhan? Nabi Berkata: “suatu hari nanti akan ada orang
yang dudukdengan bersila dan bertanya: Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu,
siapa yang menciptakan Tuhan[3]?
Ada beberapa kewajiban dalam mengenal Tuhan?
1. Kewajiban-kewajiban
Tuhan terhadap Manusia
Faham bahwa
Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban timbul sebagai akibat dari konsep kaum
Mu’tazilah tentang keadilan Tuhan dan berjalan sejajar dengan faham adanya
batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan[4].
Bagi kaum
Asy’ariah, faham Tuhan mempunyai kewajiban tidak dapat diterima, karena hal itu
bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka
anut.Faham mereka bahwa Tuhan dapat berbuat sekendak hati-Nya terhadap makhluk
mengandung arti bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa[5].
2. Berbuat
Baik dan Terbaik
Dalam istilah
arabnya berbuat baik dan terbaik bagi manusia disebutal-salah wa al-aslah.Bagi kaum Asy’ariah jelas bahwa faham ini
tidak dapat diterima,karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan. Hal ini ditegaskan oleh al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan
tidak berkwajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia.Kaum Maturidiah dengan
kedua golongannya, juga tidak sefaham dengan kaum Mu’tazilah dalam hal ini[6].
3. Beban
diluar kemampuan manusia
Dalam aliran
Mu’tazilah, faham pemberian beban yang tak terpikul ini tidak dapat
sejalan.Dalam faham Mu’tazilah, yang mewujudkan perbuatan manusia adalah daya
manusia yang terbatas[7],
dan bukan daya Tuhan yang tak terbatas. Kalau Tuhan member beban yang tak
terpikul kepada manusia, itu akan sia-sia belaka[8].
Oleh karena itu faham taklif ma la
yutaq dapat mereka terima.Sebagai kata al-Bazdawi, tidaklah mustahil bahwa
Tuhan meletakkan atas diri manusia kewajiban-kewajiban yang tak dapat
dipikulnya.[9]
4. Pengiriman
Rasul-rasul
Pengertian
Rasul-rasul mempunyai arti yang besar bagi kaum Asy’ariah, karena mereka banyak bergantung pada wahyu untuk
mengetahui Tuhan dan alam gaib, bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang
bersangkutan dengan hidup keduniaan manusia. Kaum Asy’ariyah, sungguh pun
pengiriman Rasul-rasul dalam teologi mereka mempunyai arti penting menolak
sifat wajib nya pengiriman demikian, karena hal itu bertentangan dengan
keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap
manusia.
5. Janji
dan Ancaman
Dalam
perbuatan-perbuatan Tuhantermasuk perbuatan menepati janji dan dan menjalankan
ancaman (al-wa’d wa al-wa’id) sebagai
diketahui, janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan
kaum Mu’tazilah.
2. Perbuatan-perbuatan
Tuhan melalui sifatnya
Persoalan
perbuatan Tuhan juga banyak diperdebatkan oleh Mu’taziah, Asy’ariah, dan
Maturidiyah.[10]Semua
aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan
perbuatan.Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang
memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Menurut Ibn
Rusyd, tujuan manusia bukanlah untuk mencari perbedaan dari dua bentuk
keyakinan ini, tetapi mempertemukannya. Ibnu Rusyd ingin mengikuti tujuan dan
pesan yang disampaikan nash. Selanjutnya
Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa setiap manusia berkeinginan dalam
membuat.Keinginan itu bisa berawal dari khayalan maupun melaksanakan perintah.
Pasti ada yang
bertanya, Bagaimana cara kita mencari Tuhan?
Sejak planet
bumi dimukimi manusia yang berbudaya, jungkir baliklah manusia mencari
pelindungnya. Mencari Tuhannya, dialam yang disangka ganas ini. Tak kala mereka
berjumpa dengan petir yang mendahsyat, disembahlah petir itu agar yang petir
tak membinasakan mereka.Takkala mereka merasa diteduhi sebatang pohon besar
yang menggrenggak memorak- perandakan kampung-kampung., disembahlah air agar
air tak menclakakan manusia.[11]
Ada beberapa
aliran, antaranya:
a. Aliran
Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang
bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada
hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu
melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Didalam Al-Qur’an pun jelas
dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim[12].
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukukng pendapatnya diatas adalah surah Al-Anbiya (21) :23, dan surah Ar-Rum (30):8.
wã@t«ó¡ç$¬Hxåã@yèøÿtöNèdurcqè=t«ó¡çÇËÌÈ
Artinya :Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai
( Q.S Al-Anbiya :23).
öNs9urr&(#rã©3xÿtGtþÎûNÍkŦàÿRr&3$¨Bt,n=y{ª!$#ÏNºuq»uK¡¡9$#uÚöF{$#ur$tBur!$yJåks]øt/wÎ)Èd,ysø9$$Î/9@y_r&urwK|¡B3¨bÎ)ur#ZÏVx.z`ÏiBĨ$¨Z9$#Ç!$s)Î=Î/öNÎgÎn/utbrãÏÿ»s3s9ÇÑÈ
Artinya
:dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan
dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya
kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.surahAr-Rum (30):8.
Qadi Abd
Al-Jabar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi
petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat yang baik dan mahasuci dari perbuatan buruk[13].
Dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya.Ia menambahkan bahwa seseorang yang
dikenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu ditanya mengapa ia
melakukan .bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata tuhan melakukan perbuatan buruk,
pernyataan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak,
tentulah tidak benar atau merupakan berita bohong[14].
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan
tuhan yang berjalan sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan
dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilahuntuk
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap
manusia.Kewajiban-kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu hal, yaitu
kewajiban berbuat baik pada manusia. Faham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan
yang terbaik (ash-shalah wa-alashlah) mengkonsekuensikan
aliran Mu’tazilah memunculkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a. Kewajiban
Tidak Memberikan Beban di Luar Kemampuan Manusia
Memberi beban diluar kemampuan manusia (taklif ma la yutaq) adalah bertentangan
dengan faham berbuat baik dan terbaik.Hal ini bertentangan dengan faham mereka tentang
keadilan Tuhan. Tuhan akan bersikaf tidak adil kalau ia member beban yang
terlalu berat kepada manusia[15].Faham
bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban timbul sebagai akibat dari konsep
kaum Mu’tatazilah tentang keadilan Tuhan dan berjalan sejajar dengan faham
adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
b. Kewajiban
Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa
akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah begitu
penting.Namun mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi
salah satu kewajiban tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak
dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang tuhan dan alam
gaib. Oleh karena itu, tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan terbaik bagi
manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh
hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti[16].
c.
Kewajiban
Menepati Janji (al-Wa’id)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima
dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah.
Hal ini erat hubungan nya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan, Tuhan akan
bersikap tidak adil jika tidak menepati janji akan member pahala kepada orang
yang berbuat baik: dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman
bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia.Oleh karena itu, menepati
dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan. Bagi kaum Asy’ariah faham ini
tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan tidak mempunyai kewajiban memepati janji dan menjalankan
ancaman yang tersebut dalam Al-Qur`an dan Hadist. [17]
b. Aliran
Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat
baik dan terbaik bagi manusia (ash-shalah
al-ashlah).Sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah,
tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak
mutlak tuhan.Hal ini ditegaskan AL-Ghazali ketika mengatakan bahwa tuhan tidak
berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia.Dengan demikian, aliran Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan
mempunyai kewajiban.Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap
makhluk.Sebagaimana dikatakan AL-Ghazali, perbuatan-perbuatan tuhan bersifat
tidak wajib (ja’iz) dan tidak satu
pun darinya yang mempunyai sifat wajib[18].
Mempunyai
kewajiban apa-apa, aliran Asy’ariyah
menerima faham pemberian beban di luar kemampuan manusia.AL-Asya’ari sendiri,
dengan tegas mengatakan dalam AL-Luma,
bahwa dikehendakinya.Namun, sesuai dengan faham Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, hal ini tak
menjadi permasalahan agi bteologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang
dikehendaki-Nya. Kalau tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat
kacau.Tuhan dalam faham aliran ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia.[19]
c. Aliran
Maturidiyah
Mengenai
perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan MaturidiyahBukhara.
Aliran Maturidiyah Samarkand, yang
juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, berpendapat
bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan
demikian, tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia.Demikian
juga pengiriman rasul dipandang Maturidiyah
Samarkand sebagai kewajiban Tuhan[20].
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan
dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban.Namun,
sebagaimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti
memberikan upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja
membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat dosa besar.Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman
Rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
Urain
Al-Badzdawi ini mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati janji untuk member
upah kepadayang berbuat baik.Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban terhadap
manusia[21].
Al-asy’ari
berpandangan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti ilmu, hayat, sama’ dan basr.Sifat-sifat
tersebut bukanlah zat-Nya.menurutnya Allah mempunyai ilmu karena alam yang
diciptakan demikian yang teratur tidak tercipta kecuali diciptakan oleh Tuhan
yang mempunyai alam[22].
Al-Baqillani
mengatakan Allah mempunyai wajah dan tangan sebagaimana disebutkan dalam berbagai
ayat Al-Qur’an.
3. Petunjuk Tuhan
Manusia
diciptakan Tuhan dengan dibekali beberapa petunjuk untuk menjaga dan menyempurnakan
hidup dan kehidupannya.Sejak lahir manusia sudah dibkali perasaan asli atau
naluri. Disamping petunjuk berupa naluri
dan panca indra, manusia diberi anugrah yang amat berharga yang tidak
dianuggrahkan kepada binatang. Anugrah itu ialah akal fikiran.Dengan akal,
manusia dapat mencapai derajat yang jauh lebih tinggi dari pada binatang.[23]
Iman yang
dikendaki Tuhan ialah iman yang berasaskan kebebasan, kemerdekaan dan kemauan
serta kemampuan daya terima daya manusia itu sendiri. Tuhan benar-benar
membuktikan adanya kebebasan yang diberikan kepada kita, sehingga alternatifnya
pun Cuma ada dua: patuh dengan segala konsekuensi dan membangkang dengan segala
konsekuensinya pula (Muhammad Imaduddin Abdulrahim,1982:23).[24]
Iman yang
diberikan Tuhan khusus kepada siapa yang mau menerimanya dengan sukarela. Tulus
ikhlas dan berdasarkan pertimbangan masak-masak, tanpa dipengaruhi apa dan
siapa. Tuhan pun melarang muslim memaksa orang untuk meyakini dan
mematuhi-Nya.
Alam adalah
ciptaan, maka mesti ada pencipta yang menciptakannya, sebagaimana ada tulisan
mesti ada penulis yang melukisnya.Ada bangunan mesti ada pembangunan yang
membangunnya.Dengan demikian, adanya ala mini mesti ada yang
menciptakannya.Kejadian dialam ini sebagian ada yang lebih dulu, sebagian lagi
belakangan, dan itu terjadi bukan dengan sendirinya, karena jika terjadi
sendirinya berarti qadim.Kejadian-kejadian
di alam ini karena adanya kehendak Allah swt[25].
Sifat-sifat
seperti alim dan qadir bukan merupakan tambahan terhadap zat-Nya. Oleh karena itu
dalam pandangan sifat-sifat Allah bukan merupakan sesuatu yang lain dari
zat-Nya. Selanjutnya Al-Baqillani mengatakan bahwa sifat terdapat pada
zat.Sebagai contoh gerak dan warna, keduanya ditemukan pada zat yang bergerak
dan berwarna.sifat adalah sesuatu yang tampak pada perbuatan, seperti corak
atau bentuk[26].
4.
Hikmah Dan Tujuan Perbuatan Tuhan
Menurut aliran
Asy’ariah, segala perbuatan Tuhan tidak bisa ditanyakan mengapa, artinya bukan
Karena hikmah atau tujuan, sedangkan menurut aliran Mu’tazilah sebaliknya,
karena menurut mereka tuhan tidakmungkin mengerjakan sesuatu yang tidak ada
gunanya. Kelanjutanya ialah bahwa tuhan hams (wajib) berbuat yang baik dan
terbaik.[27]
Menurut
al-maturidi, memang benar perbuatan tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah),
baik dalam ciptaan-ciptaanNya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya
(taklifi), tetapi perbuatan tuhan tersebut tidak karena paksaan (dipaksa).
Karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu
perlawanan dengan iradah-Nya.Sebenarnya perbedaan antara al-Maturidi dengan
aliran mu’tazilah hanya perbedaan kata-kata (istilah) sekitar penggunaan
perkataan “wajib”, sedang inti persoalannya sama, yaitu bahwa kedua-duanya
mengakui adanya tujuan pada perbuatan tuhan[28].
Itulah beberapa
pendapat al-maturidi, sekedar untuk mengetahui letak dan kecenderungan
pendapat-pendapatnya alirn mu’tazilah dan asy’ariah.Ia sering-sering lebih
mendekati aliran mu’tazilah dan banyak pula hubungannya dengan pendapat imam
abun hanifah.[29]
Aliran maturidi menurut pandangan para pembahas teologi islam, masih termasuk
golongan ahlussunnah. Kalau kita perbandingkan aliran-aliran teologi islam dan
kita urut-urutkan menurut kebebasan pemikiranya, maka dapat diurutkan sebagai
berikut:Aliran Mu’tazilah kemudian aliran Maturidiah, kemudian lagi aliran
Asy’ariah, dan yang terakhir Ahlussunah.
5. Bagaimana carakita Mengenal Tuhan?
Mengapa kita
ucapkan salam kepada Tuhan? Ini semua adalah symbol, kiasan atau lambing dari
keislaman itu sendiri.Islam artinya pasrah kepada Tuhan. Dalam pengertian yang
lebih dalam, islam artinya berdamai dengan Allah. Tidak punya permasalahan
dengan Tuhan. Sebagai seorang muslim, dengan sendirinya kita berdamai dengan
Tuhan. Tidak punya sikap negatif kepada Tuhan.[30]
Inilah salah
satu makna Islma, dalam kehidupan sehari-hari kita mengalami berbagai
pengalaman, baik yang menyenagkan maupun yang mengecewakan.Kalau kita mengalami
nasip kurang baik, sering terbesit dalam hati kita perasangka negatif kepada
Tuhan.Apalagi bila sasip itu berlarut-larut.Maka, itulah permulaan malapetaka
ruhani dan kebangkrutan spiritual.Kita tidak boleh berburuk sangka kepada Tuhan[31].
a.
Bukti-bukti
Wujud Tuhan
Manusia mempunyai kesadaran yang yakin
tentang wujud dirinya dan hakekat dirinya sendiri, dan tidak kosong dari
kesadaran yang yakin tentang wujud
terbesar dan hakekat alam semesta, Karena ia berhubungan dengan wujud ini
bahkan bersandar kepada wujudnya. Pembahasan-pembahasan filosof-filosof mu’min
untuk menetapkan wujud Tuhan dengan alas an dan dalil telah menimbulkan
bermacam-macam dalil. Ketuhanan adalah sesuatu yang tidak terbatas pada akal
manusia atau pada dalil yang dilahirkan oleh akal manusia.[32]
Tidak asing lagi bahwa aturan penetapan
dan penyengkalan pada perdebatan antara lawan-lawan tidak berlaku pada
persoalan yang besar tersebut.Akal manusia tidak mempunyai hak untuk menetapkan
atau hak untuk membantah[33].Seseorang
tidak harus dibebani mengemukakan dalil seluruhnya atau harus dibebani
penolakan dalil seluruhnya dalam pembahasan tentang hakekat wujud[34].
b.
Perbuatan-perbuatan
Tuhan tidak ada kekurangan nya disisi manapun
Jiwa-jiwa
yang terselamat itu tercipta dan terbiasa untuk mencintai, mengangungkan dan
menyembah Allah. Dan tidaklah jiwa yang suci itu akan mencintai,mengagungkan
dan menyembah elain kepada Dzat yang diketahui menyandang sifat-sifat
kesempurnaan yang sesuai dengan rububiyah dan uluhiyah-Nya. Dan apabila ada
suatu sifat yang berupa sifat kekurangan yang tidak mengandung kesempurnaan
didalamnya, maka sifat yang seperti ini tertolak dari Allah.Seperti sifat mati,
bodoh, lupa, lemah, buta, dan lain sebagainya[35]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagi kaum Asy’ariah, faham Tuhan mempunyai
kewajiban-kewajiban tidak dapat diterima, karena hal itu bertentangan dengan
faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut.Faham mereka bahwa
Tuhan dapat berbuta sekehendak hati-Nya terhadap makhluk mengandung arti bahwa
Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa. Kaum Maturidiah golongam dengan kaum
Bukhara sefaham dengan kaum Asy’ariyah
tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan. Namun golongan Samarkand,
member batasan-batasan kepada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan demikian
dapat menerima faham adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan, sekurang-kurangnya
kewajiban menepati janji tentang pemberian upah dan pemberian hukuman.
B. Saran
Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun
ini,masih terdapat kekurangan disana sini,
oleh karena itu penulis sangat meminta kritikan dan saran dari para
pembaca agar makalah yang saya buat ini bisa menjadi lebih baik lagi dan bisa berguna bagi kita semua.
DARTAR PUSTAKA
Chirzin Muhammad, Konsep Dan Hikmah Akidah Islam,
Yogjakarta:PustakaPelajar Offset,2004
Fethulan Gulen, Memadukan Akal Dan Kalbu dalam Beriman,Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2002
Hanafi
A, Pengantar Teologi Islam,
Jakarta:Radar Jaya Offset, 2003
Mahmoud
Abbas, Ketuhanan, Jakarta:Bulan
Bintang,1981
Madjid
Nurcholish, Pesan-Pesan Takwa,
Jakarta:Paramadina,2005
M
Afrisal, 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi
Islam, Jakarta:Erlangga
Nasution Harun,Teologi Islam,Jakarta:UI Press,1919
Nasution
Harun, Teologi Islam,Jakarta:
Universitas Indonesia, 1986
Shalih
Muhammad, Aqidah Salaf,
Pekalongan:pustaka Sumayyah,2007
Suardi Dedi, Makhluk Berdasi Mencari Tuhan,Bandung:PT Remaja Rosdakarya 1999
[1]Gulen,M.
Fethulan, Memadukan Akal dan Kalbu Dalam
Beriman, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal 1
[2]ibid,
hal. 8
[3]Ibid,
hal 9
[4]Harun
Nasution, Teologi Islam, (Jakarta:UI
Press,1999), hal.128
[10]
Afrisal M, 7 Perdebatan Utama
Dalam Teologi Islam, (Jakarta:Erlangga), hal.108
[11]
Dedi Suardi, Makhluk Berdasi
Mencari Tuhan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1993), hal.57
[15]Harun
Nasution, Op.cit, hal 128
[17] Harun Nasution, Teologi Islam,(Jakarta: Universitas
Indonesia, 1986),132
[20]Harun
Nasution, Op.cit, hal 130
[23] Muhammad Chirzin, Konsep Dan Hikmah Akidah Islam,
(Yogjakarta:Pustaka Pelajar Offset,2004), hal.7-8
[27] A.Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta:Radar Jaya Offset, 2003),
hal.172
[30] Nurcholish Madjid, Pesan-Pesan Takwa,
(Jakarta:Paramadina,2005), hal 51
[32]
Abbas Mahmoud, Ketuhanan, (Jakarta:Bulan
Bintang,1981), hal 180
[35]Muhammad
bin Shahih, Aqidah Salaf,
(Pekalongan: Pustaka Sumayyah,2007) hal. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar