MAKALAH
ILMU KALAM
“KONSEP KEBERAGAMAN MUHAMMADIYAH”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul “Konsep Keberagaman Muhammadiyah“
pada mata kuliah Ilmu Kalam. Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW atas petunjuk dan risalahnya, yang telah membawa zaman kegelapan ke
zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai
pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan
makalah ini.
Kami dapat menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat
menghargai akan saran dan kritik dari pembaca untuk membangun makalah ini lebih
baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Curup, 25 April 2014
Penulis
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................... 3
C.
Tujuan ......................................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Definisi
Muhammadiyah ............................................................ 4
B.
Pendiri Muhammadiyah.............................................................. 7
C.
Sejarah terbentuknya Muhammadiyah........................................ 8
D.
Konsep Keberagaman Muhammadiyah...................................... 14
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................. 24
B.
Kritik dan Saran.......................................................................... 24
DAFTAR KEPUSTAKAAN................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berdirinya Muhammadiyah adalah
Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat
dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf
nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat
Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan
tauhid.[1]
Ketidak murnian ajaran Islam yang
dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak
tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan
faham Animisme dan Dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di Indonesia
memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran Islam,
terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah Islam yag menolak segala bentuk
kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi
piliha mutlak bagi umat Islam Indonesia.
Keterbelakangan umat Islam Indonesia
dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar
dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia
pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren
tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda Islam
yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis
kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat Islam Indonesia.
Maraknya kristenisasi di Indonesia
sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas
beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme dan
modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk
memasarkan produk-produk hasil refolusi industri yang melanda Eropa.[2]
1.
Faktor Internal,
adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri yang tercermin
dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan Islam. Sikap beragama
umat islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap beragama
yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan umat Islam,
terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh tertanam.
Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad
ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya
proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi
di Indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab
fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan
yag sangat penting. Melalui merekalah Islam dapat menjangkau daerah-daerah
hampir diseluruh nusantara ini.[3]
2.
Faktor
eksernal, Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah
adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan
kolonial Belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam sistem pendidikan
kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa itu Muhammadiyah
?
2.
Siapa pendiri
Muhammadiyah?
3.
Bagaimana sejarah
terbentuknya organisasi Muhammadiyah ?
4.
Konsep
keberagaman seperti apa dalam organisasi Muhammadiyah ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
latar belakang dari Muhammadiyah
2.
Mengetahui
siapa yang pendiri dari Muhammadiyah
3.
Mengetahui
sejarah terbentuknya gerakan atau organisasi Muhammadiyah
4.
Mengetahui
konsep keberagaman yang terdapat dalam Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah
sebuah organisasi Islam yang
besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut
nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya
nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ada
juga definisi yang lain mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang
menghubungkan dirinya dengan Nabi Muhamad.[4] Melaksanakan
da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut
seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat
dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam
kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut
Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di
muka bumi ini.[5]
Gerakan Muhammadiyah berciri
semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan
terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi
dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia
dalam segala aspeknya dan juga Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk
mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap
banyak dipengaruhi hal-hal mistik.[6]
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah
banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran,
diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang
berbunyi:
الْمُنْكَرِعَنِ نَوَيَنْهَوْ وفِ بِالْمَعْرُ نَ ووَيَأْمُرُ لْخَيْرِا إِلَىيَدْعُونَ أُمَّةٌمِنْكُمْ وَلْتَكُنْ
الْمُفْلِحُونَهُمُ وَأُولَٰئِكَ ۚ
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)[7]
Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan
amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung
makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.[8]
Kegiatan Muhammadiyah ini pada
awalnya juga memiliki basis dakwah
untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain
itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah
lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya
berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan
Madrasah Mu’allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan
Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di
Suronatan Yogyakarta).[9] Adapun
misi dan visi Muhammadiyah
yaitu:
Adapun Tujuan utama Muhammadiyah
adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang
terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan
di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.[10]
Serta Visi Muhammadiyah adalah
sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak
tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan
dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi
rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju
terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt
dalam kehidupan di dunia ini. Dalam visi dan kearifan Muhammadiyah ini, tauhid
(kalam) merupakan prinsip dasar yang memiliki kedudukan sentral sebagai
pernyataan akidah atau asumsi metafisik (keyakinan agama), rekonstruksi dan
transformasi sosial kebudayaan.[11]
Misi Muhammadiyah adalah:
1.
Menegakkan
keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh
Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.
2.
Memahami
agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.
Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber
pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai
penjelasannya.
4.
Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah
ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto.[12]
Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan tentang definisi Muhammadiyah,
dapat kita ketahui bahwasanya Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Gerakan
Muhammadiyah ini juga memiliki visi misi yang bertujuan menegakkan, memahami
agama Islam lebih mendalam dan menyebarluaskan agama Islam ini.
B. Pendiri
Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah secara
resmi didirikan pada tahun 1912 oleh Kyai Ahmad Dahlan. Beliau dilahirkan dalam
sebuah keluarga yang saleh dan tinggal dalam atmosfer religius yang kental.
Beliau mendapatkan pendidikan agama di makkah, disana pula dia bertemu dengan
tulisan-tulisan pembaruan Muslim Al-Afghani dan Syaikh Muhammad Abdul dari
Mesir. Sebelum kemunculan Muhammadiyah, Indonesia tergantung ke dalam dunia
Islam secara nominal. Namun, masalah islamisasi yang lebih menyeluruh baru
dihadapi secara lebih terorganisasi dan sungguh-sungguh setelah kehadiran
Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah gerakan yang kontribusi terhadap bangkitnya
generasi baru Muslim indonesia.[13]
Melalui gerakan Muhammadiyah
ini, Dahlan bertekad untuk mengajukan konsep dan gagasannya dengan cara yang
halus. Pemikirannya lebih menyangkut hal-hal substansif dengan tujuan yang jauh
lebih penting ketimbang sekedar isu-isu ritual formalistik. Hal-hal yang
menjadi perhatian utama dahlan adalah menyangkut kehidupan religius, ketidak
efisienan pendidikan agama, akitifitas misionaris Kristen, dan sikap tidak
peduli bahkan antiagama dari kaum cerdik pandai. Masing-masing isu di atas
dirasakan dahlan telah mengakibatkan kemunduran Islam di Indonesia. Dengan kepribadian
Dahlan yang menyenangkan dan bersahabat, landasan dasar Muhammadiyah diletakkan
dengan sukses. Dari sudut pandang ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
salah satu pelajaran yang paling penting dari kepemimpinan Dahlan adalah
komitmen kuatnya kepada sikap moderat dan toleransi beragama[14].
Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan diatas,
dapat kita ketahui bahwa yang mendirikan Gerakan Muhammadiyah ini adalah KH.
Dahlan yang memiliki tekad untuk mengajukan konsep dan gagasannya dengan cara
yang halus.
C. Sejarah
terbentuknya Muhammadiyah
Sejarah singkat tentang
terbentuknya Muhammadiyah, Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan di Kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[15]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi
hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul
Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah
dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal
dengan Madrasah Mu'allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan
kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di
Suronatan Yogyakarta). Beliau
memilih "Muhammadiyah" sebagai nama Persyarikatan tersebut, karena
memang beliau mengidolakan tokoh pembaharu dari Mesir bernama Muhammad
Abduh.Jadi nama "Muhammadiyah" sebetulnya nisbat pada Muhammad Abduh,
seorang cendekia dari Mesir, penulis Majalah Al-Manar. Banyak
pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yg menginspirasi K.H. Achmad Dahlan.[16]
Pada masa kepemimpinan beliau (1912-1923),
pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan,
dan Pekajangan, daerah
Pekalongan sekarang. Selain Yogyakarta,
cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada
tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan
membuka cabang di Sungai Batang, Agam.
Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke
seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak
ke seluruh Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan. Pada tahun 1938,
Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.[17]
Sebagai organisasi, sejauh ini
Muhammadiyah memegang teguh lima doktrin yang sampai sekarang tetap hidup
dikalangan warga Muhammadiyah. Secara elementer tulisan berikut menguraikan
masing-masing doktrin tersebut.[18]
1.
Tauhid
Bendera Muhammadiyah menunujukkan
dengan jelas betapa seluruh gerakan dan kehidupan Muhammadiyah harus
berdasarkan tauhid. Kalimah tayibah atau
kalimah tauhid, yaitu la ilaaha illa
Allah dan Muhammadarrasulullah
(tidak ada Tuhan kevuali Allah dan Muhammad utusan Allah) yang tercantum dalam
bendera Muhammadiyah itu menjadi sumber atau axis kehidupan Muhammadiyah. Almarhum KH. Ahamad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah pernah bertahun-tahun hanya mengajarkan al-Qur`an surat al-Ma’un
pada para santrinya. Hal itu dilakukan bukan saja karena pesan-pesan keadilan
sosial dari surat al-Ma’un itu belum dilaksanakan dengan baik oleh umat Islam,
tetapi juga karena KH. Ahmad Dahlan ingin menanamkan satu pengertian bahwa
keadilan sosial adalah realisasi “tauhid sosial” ditengah masyarakat Indonesia. Dalam pada itu
dalam usaha menegakkan tauhid dalam arti luas, Muhammadiyah menggunakan
semangat amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai sumber dinamika
dankreafitas. Menyebarkan kebajikan dan mencegah mencegah kebatilan telah
menjadi semangat yang built-in dalam perjuangan Muhammadiyah.[19]
2.
Pencerahan
Umat
Doktrin Muhammadiyah
berikutnya adalah mencerahkan dan mencerdaskan umat Islam dan bangsa Indonesia.
Para tokoh Muhammadiyah pendahulu tidak pernah bosan mengingatkan masyarakat
Islam Indonesia bahwa ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang dari kaum Muslimin
yang harus direbut kembali. Dalam mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan umat
Islam, Muhamadiyah menempuh tiga proses pendidikan sekaligus, yakni ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ta’lim berusaha mencerdaskan otak manusia, tarbiyah mendidik perilaku yang benar, sedangkan ta’dib memperhalus adab kesopanan.
Paling tidak secara teoritis, seluruh lembaga pendidikan Muhammadiyah berusaha
menggelindingkan pencerahan tiga dimensi itu sekaligus, berdasarkan wawasan
keislaman.[20]
3.
Menggembirakan
Amal Salih
Doktrin ”iman tanpa amal
salih” bagaikan “pohon tanpa buah” sangat dipegang kokoh oleh seluruh warga
Muhammadiyah. Dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Muhammadiyah, syarat berdirinya
sebuah ranting Muhammadiyah adalah dimilikinya sebuah amal usaha. Walaupun
hanya sebuah madrasah ibtida’iyah atau taman kanak-kanak. Sebuah ranting
Muhammadiyah di tingkat kelurahan tidak akan disyahkan oleh pimpinan yang lenih
tinggi bila para pendirinya hanya memasang papan nama kemudian tidur kembali. Sampai
sekarang semangat baramal salih tetap kuat menghujam dalam sikap hidup kalangan
warga Muhammadiyah. Sekalipun banyak kritik dilontarkan orang karena
Muhammadiyah “hanya” mendirikan sekolah, madrasah, universitas, rumah sakit,
masjid, panti asuhan, pesantren, dan sebagainya, tetapi perlu diingat bahwa
yang “hanya” ini dan “hanya” itu juga memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas lumayan dan sumber dana yang memadai. Juga tanpa semangat beramal
tinggi, prestasi seperti itu tidak pernah dapat dicapai.[21]
4.
Kerjasama
untuk Kebajikan
Firman-Nya: (وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا
عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ) Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan
jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran, telah dijadikan doktrin
perjuangan Muhammadiyah. Selama rentang waktu 83 tahun Muhammadiyah telah
membuktikan manfaat doktrin al-Qur`an tersebut. Padahal generasi awal
Muhammadiyah begitu toleran, sangat menghormati dan mengakomodasi berbagai hal
selama tidak mempengaruhi prinsip penegakan tauhid. Kerjasama juga dilakukan
dengan para tokoh organisasi sosial di masa itu untuk tujuan bersama yang lebih
besar yaitu mengangkat kehormatan kaum bumi putera dari keterpurukan akibat
kolonialisme.[22]
5.
Tidak
Berpolitik Praktis
Peranan
Muhammadiyah yang penting dan
berarti adalah dalam menciptakan kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia. Muhammadiyah ikut serta
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia sebagai
kesatuan politik. Muhammadiyah sejak berdirinya
selalu memberikan kontribusi yang besar dalam bidang itu. Politik tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan manusia dan bagi Muhammadiyah ada
peranan-peranan tertentu dalam sejarahnya dibidang politik. Muhammadiyah
merupakan kelompok cendikiawan yang melakukan pendekatan
ilimiah dalam menganalisis perkembangan politik. Salah satu
kelestarian dan kestabialan Muhammadiyah terletak pada kepiawayan untuk
menghindari politik praktis. Pengalaman menunjukkan bila kepentingan politik
sudah masuk ke dalam tubuh sebuah organisasi non-politik, maka organisasi
tersebut menjadi rawan konflik dan perpecahan.[23]
Analisis dari pemakalah:
Dari penjelasan diatas mengenai sejarah
berdirinya gerakan Muhammadiyah ini, dapat kita ketahui bahwa KH. Dahlan
membangun atau mendirikan pengajian, sekolah, yayasan dan lain-lain demi
mewujudkan tujuannya. Semasa KH. Dahlan dalam memimpin gerakan Muhammadiyah
ini, saya dapat mengerti setelah mengetahui bahwa Muhammadiyah memegang teguh
lima doktrin yang sampai sekarang tetap hidup dikalangan warga Muhammadiyah.
D. Konsep
Keberagaman Muhammadiyah
1.
Konsep Pendidikan
Konsep pendidikan KH Ahmad
Dahlan tampaknya muncul dilatar belakangi oleh faktor situasi, yaitu
situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat
itu, terutama pengalaman pendidikan yang dialaminya sendiri. Lembaga pendidikan
Islam tampaknya tidak mampu mengembangkan cara berfikir yang dinamis. Agaknya
banyak faktor yang menjadi penyebab lumpuhnya lembaga pendidikan saat itu, yang
harus ditinjau dari berbagai aspek. Dua diantaranya adalah aspek tujuan
pendidikan Islam dan metode pengajaran yang diterapkan, di samping bahan
pelajaran yang kurang melatih daya dan kemampuan berfikir. Muhammadiyah telah
menyusun kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah yang mendekati rencana
pelajaran sekolah-sekolah kerajaan. Di pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah,
disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) diajarkan meskipun Muhammadiyah memberi
dasar sekolah-sekolahnya pada masalah-masalah agama. Dapat dicontohkan
Muhammadiyah menerapkan pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi di bawah naungannya. Pendidikan antikorupsi berisi tentang penanaman
nila-nilai moral yang baik (akhlakul
karimah), seperti kejujuran, keadilan, kebenaran, keterbukaan, dan lain
sebagainya.[24]
Pendidikan di masa penjajahan juga
merupakan salah satu faktor lahirnya konsep pendidikan KH Ahmad Dahlan, karena
pada masa penjajahan Belanda ada "dualisme" pendidikan yaitu yang
memisahkan antara pengetahuan agama dengan pengetahuan umum, hal ini tidak
sesuai dengan ajaran Islam, karena dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan Ilmu
Pengetahuan Agama dengan Ilmu Pengetahuan umum dan sementara itu hanya
diarahkan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.[25]
Ada benarnya
sifat kooperatif yang dipilih Muhammadiyah, atau menimal akan timbul suatu
pandangan baharu bahawa tindakan yang dimaksud lebih mengarah kepada
kepentingan strategis suatu perjuangan, bukan semata-mata sebagai wujud dari
sikap kompromistis terhadap kolonial Belanda. Sikap kooperatif tersebut dipilih
oleh K.H. Ahmad Dahlan di dasarkan latar belakang sejarah organisasi dan
perkumpulan Islam, al-Irsyad dan lain-lainnya memilih sikap non kooperatif,
ternyata susah untuk mengembangkan diri. Dan alasan inilah Muhammadiyah
mengarahkan pembaharuan di bidang institusi pendidikan, terutama mendidrikan
sekolah agama yang lebih sesuai keperluan pendidikan. Selanjutnya
untuk mempertahankan ajaran Islam dari pengaruh budaya barat yang buruk dan
mengabaikan ajaran Islam, serta untuk mengatasi penyebaran agama Kristen yang
semakin gencar dilakukan Belanda, maka KH Ahmad Dahlan mendirikan Organisasi
yang dapat mendidik anak-anak muslim agar bisa mengembangkan dan mempertahankan
ajaran Islam yakni organisasi Muhammadiyah. Selain di bidang pendidikan
organisasi tersebut bergerak di bidang kemanusiaan dan juga sosial, tetapi
Muhammadiyah memfokuskan penyebaran Islam melalui bidang Pendidikan dan sosial.[26]
Syafi'i Ma'arif mengemukakan bahwa:
Muhammadiyah
sebegitu jauh tampaknya lebih memfokuskan aktivitas-aktivitasnya untuk melawan
kebodohan dan keterbelakangan, baik dalam bidang Agama dalam arti yang terbatas
dalam masalah keduniaan dengan berbagai aspeknya. Bagi Muhammadiyah faktor
penyebab utama kemiskinan tidak lain dari kebodohan. Oleh karena itu usaha
mencerdaskan umat melalui kegiatan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak
ditunda lagi. Memang pada waktu itu Muhammadiyah telah lahir jalur pendidikan,
tapi dipandang jauh memadai untuk mencerdaskan umat, sifat tertutup pesantren
terhadap apa-apa yang datang dari luar itu dipandang sebagai sikap yang tidak
selalu menguntungkan bagi kemajuan umat beragama, Islam sebagai umat terbuka,
harus membuka diri terhadap pengaruh dan unsur-unsur positif dari manapun,
sesuai dari isyarat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa; "Dengan segala
perkataan dan pendapat dan ikutilah yang positif".
2.
Konsep Tajhid
Muhammadiyah
Muhammadiyah sering dijuluki
sebagai organisasi islam pembaharu, atau gerakan tajdid. Julukan ini tentu
tidak datang dari dalam Muhammadiyah, melainkan dari para pengamat dan
pemerhati Muhammadiyah. Menurut paham Muhammadiyah, tajdid mempunyai
dua pengertian, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Pertama, mengandung
pengertian purifikasi dan reformasi. Yaitu pembaruan dalam pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam ke arah keaslian dan kemurniannya sesuai dengan Alquran
dan As-Sunnah Al-Maqbulah.[27]
a.
Dalam
pengertian pertama ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah mahdhah.
Kedua, mengandung pengertian modernisasi atau dinamisasi ( pengembangan ) dalam
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perubahan masyarakat.
b.
Sedangkan
pengertian yang kedua diterapkan pada masalah muamalah duniawi.
Tajdid dalam pengertian ini
sangat diperlukan, terutama setelah memasuki era globalisasi, karena pada era ini
bangsa-bangsa di dunia rnengalami interaksi antarbudaya yang sangat kompleks.
Tajdid dalam Muhammadiyah menyangkut bebrapahal seperti:
1)
Ilmu, Amal,
dan Akhlak
Mencermalti jejak KH Ahmad Dahlan,
sejak awal kiprahnya dia sangat mengutamakan pendidikan umat. Dia berobsesi
agar umat Islam menjadi umat yang berilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
Mula-mula dia mendirikan sekolah di rumahnya dan biaya penyelenggaraan
pendidikan pun ditanggungnya sendiri. Dia sangat mendambakan agar bangsa
Indonesia jangan kalah pandai dibanding dengan bangsa Belanda yang waktu itu
sebagai penjajah. Maka di sekolah Muhammadiyah mulai diajarkan bahasa asing,
yaitu Arab, Belanda, dan Inggris. Kini lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah
sudah berkembang luas di seluruh pelosok Tanah Air. Sejak muda Ahmad Dahlan
dikenal sebagai pemuda yang suka bekerja keras dan tidak banyak bicara. Sifat
ini kemudian diformulasikan sebagai semboyan organisasi yaitu “Sedikit bicara,
banyak bekerja”.[28]
Revitalisasi tajdid sangat
diperlukan, dalam arti kegiatan ditingkatkan, pengengertiannya dikembangkan,
dan wilayah kajian diperluas. Selama ini kajian masih berkutat pada bidang
ibadah. Maka perlu diperluas untuk membahas masalah aktual yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia dan umat manusia secara global, meliputi teologi, ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan isme-isme yang sedang tenar ( sekularisme,
pluralisme, fundamentalisme, liberalisme) kaitannya dengan bidang agama.[29]
Semboyan ini menjiwai etos kerja
warga, sehingga Muhammadiyah sering diidentikkan sebagai organisasi amal. Tak
ada hari tanpa beramal. Kenyataannya memang demikian, betapa banyaknya amal
usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan
ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Ahmad Dahlan juga menekankan
hendaknya semua warga menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah (
budi pekerti yang luhur ). Di antaranya masalah keikhlasan dalam mengabdi di
organisasi sangat diutamakan, sehingga muncul semboyan “Hidup-hidupilah
Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.[30]
Semboyan ini mengandung arti bahwa
warga Muhammadiyah harus berani berkorban demi kelangsungan hidup
organisassinya, dan jangan sampai ada orang yang bekerja di Muhammadiyah hanya
semata-mata untuk mencari nafkah, apalagi untuk memperkaya diri, melainkan
harus didasari dengan semangat pengabdian untuk mencapai cita-cita dan tujuan
organisasi.
Dalam melaksanakan dakwahnya, KH
Ahmad Dahlan menekankan agar umat Islam memiliki keimanan yang benar dan
mengerjakan ibadah dengan cara yang benar pula. Sebab kalau tidak, sia-sialah
jerih payah dalam mengamalkan ajaran agama. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Muhammad SAW yang artinya, “Barang siapa yang mengerjakan ibadah yang tidak ada
perintahnya dari aku, maka tertolaklah ibadahnya”. Sesuai dengan isi Hadis
tersebut, maka Muhammadiyah menyerukan kepada umat Islam agar menjauhi TBC,
singkatan dari takhayul, bid’ah,
dan churafat. Dalam churafat itu terdapat unsur syirik,
sehingga lebih lengkapnya ialah agar umat Islam menjauhi takhayul, bid’ah,
churafat, dan syirik. Inilah bentuk awal dari tajdid yang diserukan
oleh KH Dahlan. Kemudian oleh para pemimpin Muhammadiyah periode berikutnya,
pengertian itu dikembangkan.[31]
2)
Pengembangan
Pembaruan diperlukan karena
terjadinya perubahan dalam masyarakat sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sebagai contoh, pada zaman Nabi Muhammad SAW, upaya untuk
mencegah kehamilan, yang menurut istilah sekarang adalah perencanaan keluarga,
melalui‘azl ( coitus interruptus). Pada zaman modern sekarang, berkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah ditemukan metode baru untuk
perencanaan keluarga,
seperti : dengan suntikan,
pil,
kondom, susuk, IUD, vasektomi, tubektomi, dan lain-lain. Pengertian tajdid mengalami pengembangan.
Dalam Muktamar Muhammadiyah di Malang Desember 1990, antara lain dirumuskan, tujuan
tajdid adalah untuk memfungsikan Islam sebagai furqan (membedakan antara yang haq dan
yang batil), hudan (petunjuk), rahmatan lil ‘alamin(menjadi rahmat
bagi seluruh alam), mendasari dan membimbing perkembangan kehidupan masyarakat
serta ilmu pengetahuan dan teknologi.[32]
Sedangkan
dimensi tajdid meliputi pemurnian akidah dan ibadah serta pembentukan
akhlak yang mulia; pembentukan sikap hidup yang dinamis, kreatif, progresif,
dan berwawasan masa depan; pengembangan kepemimpinan, organisasi, dan etos
kerja dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam melaksanakannya, kedudukan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) mendapat perhatian khusus. Dalam satu segi Iptek
bisa menimbulkan degradasi harkat dan martabat manusia. Namun dalam segi lain
ia berfungsi positif bagi operasionalisasi dakwah dan tarbiyah serta pencapaian
harkat kemanusiaan yang menjadi tujuan kemerdekaan bangsa.[33]
3)
Tantangan
Masa Kini
Memasuki abad ke-21, sejalan dengan
arus globalisasi, tantangan terhadap eksistensi agama makin keras. Sebagai
contoh, di Amerika Serikat belum lama ini diadakan jajak pendapat oleh lembaga
Haris Poll. Hasilnya 42 % penduduk Amerika Serikat tidak yakin Tuhan
benar-benar ada dan berkuasa atas alam semesta. Tidak mustahil di antara
orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Paman Sam itu ada yang terpengaruh
menjadi ateis atau agnostis, dan merasa bangga dapat meniru pandangan hidup
orang modern di negara adidaya tersebut. Meniru cara berpikir dan budaya Barat
itu bagi sebagian orang merupakan kebanggaan. Misalnya orang yang dengan getol
ingin terus menerbitkan majalah Playboy di Indonesia. Meski isi
majalah tersebut jelas saru, tetapi mereka beralasan bahwa di negara maju
majalah semacam itu tidak ada masalah, di samping mereka membayangkan akan
meraih keuntungan finansial yang sangat besar.[34]
Berdasarkan contoh kasus tersebut
maka revitalisasi tajdid sangat diperlukan, dalam arti kegiatan
ditingkatkan, pengertiannya dikembangkan, dan wilayah kajian diperluas. Suara
yang muncul di Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang antara lain menyatakan,
selama ini kajian masih berkutat pada bidang ibadah. Maka perlu diperluas untuk
membahas masalah aktual yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat manusia
secara global, meliputi : teologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan
isme-isme yang sedang ngetren seperti : sekularisme, pluralisme,
fundamentalisme, liberalisme,
dan lain-lain dalam
kaitannya dengan
bidang agama.[35]
3.
Konsep
Kepribadian Muhammadiyah
Konsep kepribadian
Muhammadiyah merupakan pernyataan mengenai identitas Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam yang bergerak dalam lapangan dakwah Islam amar makruf nahi munkar yakni dakwah untuk menyeru kepada kebaikan
dan mencegah kemunkaran baik di kalangan umat Islam maupun masyarakat secara
individual dan perorangan. Konsep ini digagas pada Muktamar di Palembang tahun
1956 hasil renungan KH. Faquh Usman, tetapi baru dapat dirumuskan dan
diputuskan pada Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Konsep ini merupakan jawaban
atas persoalan yang bersifat politik yang dihadapi Muhammadiyah akibat
keterlibatannya dalam Masyumi.
Ada dua faktor pertimbangan
yang menjadi latar belakang dan dasar pemikiran kelahiran kepribadian
Muhammadiyah. Pertama, pada saat itu setelah Masyumi dibubarkan banyak
aktivitas Muhammadiyah yang kembali ke “kandang” Persyarikatan Muhammadiyah dan
dirasakan oleh sebagian kalangan membawa cara-cara politik dalam mengurusi
Muhammadiyah; Kedua, akibat terlalu lama terlibat dalam Masyumi sekitar 15 tahun.
Muhammadiyah jadi terlalu sibuk dengan kegiatan politik praktis yang
berorientasi pada perjuangan meraih kedudukan dalam pemerintahan sebagaimana
lazimnya fungsi partai politik. Akibatnya, Muhammadiyah mengabaikan
kegiatan-kegiatan dakwah Islam yang lebih luas berupa pembinaan masyarakat yang
sebelum itu telah mejadi jiwa dan orintasi utama gerakan ini. Format lain dari
hubungan Muhammadiyah dan politik secara formal ialah ketika Muhammadiyah
membentuk Partai Muslimin Indonesia tahun 1967, yaitu hubungan formal karena
mengharuskan untuk membina partai Islam tersebut tetapi tidak bersifat langsung
karena sebatas hubungan ideologis.[36]
Dalam pernyataan Khittah
Perjuangan Muhammadiyah hasil keputusan Sidang Tanwir di Ponorogo tahun 1969
disebutkan bahwa,
“Muhammadiyah sebagai organisasi
memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang masyarakat. Sedangkan
untuk alat perjuangaan dalam bidang politik kenegaraan (politik praktis),
Muhammadiyah membentuk satu Partai Politik di luar organisasi Muhammadiyah.”[37]
Tampak jelas keterliabatan
Muhammadiyah dalam politik yang bersifat formal dan langsung sealin menunjukkan
dinamika yang tidak linier dengan pengaruh positif dan negatif yang
menyertainya, juga memberikan inspirasi konsepsional akan lahirnya panduan
kehidupan berMuhammadiyah bagi para elit dan massa Muhammadiyah.[38]
Analisis
dari pemakalah:
Melalui
penjelasan diatas, dapat kita ketahui dan pahami bahwa konsep-konsep yang
diterapkan oleh Muhammadiyah dapat mudah diterima oleh masyarakat melalui
dakwah. Dan konsep-konsep itu mencakup berbagai hal seperti, konsep pendidikan,
konsep tajhid dan konsep kepribadian. Selama berdirinya Muhammadiyah ini banyak
terjadi pengaruh positif dan negatifnya yang menyertainya tapi tidak membuat
gerakan Muhammadiyah ini mundur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Muhammadiya adalah sebuah
organisasi Islam yang
besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah memegang teguh lima doktrin yang
sampai sekarang tetap hidup dikalangan warga Muhammadiyah yaitu tauhid,
pencerahan umat,menggembirakan amal shalih, kerjasama sebagai kebijakan dan
tidak berpolitik praktis. Adapun konsep-konsep yang ada dalam Muhammadiyah
adalah konsep pendidikan Muhammadiyah, konsep tajhid Muhammadiyah dan konsep
kpribadian Muhammadiyah.
B. Kritik dan
Saran
Penulis
memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat
dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur`an dan Terjemah
Jabrohim. 2010, Membumikan Gerakan Ilmu dalam Muhammadiyah, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Jurdi, Syarifuddin. 2005, Negara
Muhammadiyah, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Karim, M. Rusli. 1986, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar ,
Rajawali, Jakarta.
M. Musawir, Nurhadi.
1997, Dinamika Pemikiran Islam dan
Muhammadiyah, Lembaga Pusataka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, Yogyakarta.
Nashir, Haedar . 2007, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah, Gramedia, Bandung.
Nashir, Haedar. 2006, Dinamika Politik Muhammadiyah, PP
Muhammadiyah, Yogyakarta.
Riyadi,
Hendra. 2000, Ilmu Tauhid, Nuansa,
Bandung.
Syarif Hidayatullah, IAIN. 1992, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta.
Shihab,
Alwi. 1997, Islam Inklusif,
Mizan, Bandung.
Shihab, Alwi.1998, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi
Kristen di Indonsia, Mizan, Bandung.
Suwarno. 2001, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, UII Press, Yogyakarta.
wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah